Pada mulanya, istilah “advokasi” merupakan salah satu aktifitas khas dari Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non
Government Organization (NGO). Pada perkembangannya kemudian, advokasi juga
dilakukan oleh kalangan lain di luar LSM, misalnya perguruan tinggi dan
kesatuan-kesatuan masyarakat lokal.
Advokasi
adalah “…..a strategy that is used around
the world by non-governmental organizations (NGOs), activists, and even policy
makers themselves, to influence policies”. Pada prinsipnya, advokasi adalah
suatu proses yang bersifat strategis dan mengarahkan berbagai kegiatan yang
dirancang dengan cermat kepada berbagai kelompok kepentingan (stakeholders) dan pembuat kebijakan.
Perjuangan advokasi diarahkan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan kebijakan baik
berupa undang-undang, peraturan, program, ataupun sistem anggaran yang
merupakan wewenang di tingkat tertinggi berbagai institusi pemerintah, publik,
maupun swasta. Pemerintah merupakan institusi yang paling sering dituju dalam
suatu advokasi, karena ia merupakan lembaga tertinggi dan sekaligus memiliki
kekuasaan terkuat secara ekonomi dan politik.
Makna paling pokok dari advokasi
adalah “pembelaan”. Jika kita telusuri melalui kamus, akan ditemukan bahwa “advocacy”
adalah sebuah kata benda yang identik dengan “support” (=dukungan atau pembelaan)[1].
Lengkapnya adalah: suatu bentuk pendukungan yang aktif; terutama berupa tindakan membela
atau membantah terhadap sesuatu hal (biasanya kebijakan pemerintah), seperti suatu penyebab masalah, gagasan, atau
kebijakan[2]. Dalam kamus, kata “advocacy” sinonim
dengan advancement, aid, assistance,
backing, campaigning for, championing, defense, encouragement, justification,
promotion, promulgation, propagation, proposal, recommendation, upholding, dan
urging.
Advokasi merupakan seni untuk
mempengaruhi orang per orang, atau pengambil kebijakan secara kolektif, atau
penentu kebijakan; untuk mempengaruhi perubahan yang positif dalam satu isu
atau situasi. Tujuan akhirnya adalah
perubahan kebijakan itu sendiri. Untuk itu isu perlu diidentifikasi secara
spesifik, sehingga aksi bisa dirancang secara sistematis.
Gerakan
advokasi penting setidaknya untuk tiga hal, yaitu (1) menciptakan kebijakan
baru ketika dibutuhkan namun belum ada, (2) mereformasi kebijakan yang telah
ada namun dinilai atau berpotensi merugikan, berbahaya, dan tidak efektif,
serta (3) menjamin bahwa kebijakan yang baik akan diimplementasikan dan
didukung secara cukup. Tampak, bahwa aspek yang paling pokok disini adalah
masalah perubahan kebijakan (policy change).
Lebih jauh, advokasi
dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan, khususnya ketika diyakini
bahwa otoritas untuk tercapainya kesejahteraan tersebut berada di tangan para pembuatan
kebijakan yang berada di atas level rumah tangga. Secara lebih
luas, advokasi adalah sebuah strategi untuk melengkapai usaha-usaha memperkuat kapasitas kemandirian (capacity for self-help) masyarakat, memberikan bantuan
dan dukungan dalam kondisi khusus, dan penghapusan diskriminasi dalam berbagai
bentuknya.
Advokasi pada umumnya
terkait dengan masalah hukum dan keadilan. Namun turunannya dapat menjadi
berbagai permasalahan umum, misalnya berupa masalah
kesehatan masyarakat, kekerasan terhadap wanita, ketidakadilan pada kelompok
minoritas, pendidikan, masalah kaum
muda, lingkungan, ekonomi, serta pengembangan komunitas dan hak-hak masyarakat
adat.
Advokasi
berupaya mempengaruhi pengambil kebijakan, yang membuat hukum dan peraturan,
mendistribusikan sumber daya, dan berbagai keputusan lain yang mempengaruhi
hidup masyarakat. Tujuan utama advokasi adalah untuk menghasilkan kebijakan,
mereformasi kebijakan, dan menjamin suatu kebijakan diimplementasikan. Pembuat
kebijaksanaan adalah para pejabat atau mereka yang mempunyai kuasa politis
formal, tetapi dapat juga berupa para pemimpin di sektor swasta yang keputusan dan perilakunya akan mempengaruhi masyarakat.
Untuk
mendefinisikan apa itu advokasi dengan baik, maka dapat dengan memahami
beberapa ide kuncinya[3].
Pertama,
advokasi adalah tentang kegiatan mempengaruhi (influencing). Yaitu mempengaruhi kebijakan politik. Sebagian
orang pada awalnya mungkin memaknai advokasi sebagai tindakan konfrontasi dan
melawan pemerintah; padahal bukan. Ia bukanlah semata-mata konfrontasi. Ada banyak pendekatan
yang dapat dipilih, misalnya pendekatan publik atau khusus, dengan
kerjasama (engagement) atau bahkan
konfrontasi, atau berkoalisi dengan pihak lain.
Kedua, advokasi adalah proses yang disengaja dan menyertakan tindakan yang
disengaja. Karena itu, sebelum mengimplementasikan strategi advokasi harus
jelas siapa yang dituju untuk dipengaruhi dan apa kebijakan yang ingin dirubah.
Advocay is the deliberate
process of influencing those who make policy decisions.
Ketiga, sesungguhnya pembuat
kebijakan (pemerintah, swasta, dan lain-lain) dapat melakukan berbagai bentuk
keputusan. Yang perlu diingat adalah bahwa pembuat kebijakan adalah juga
manusia secara individual, tidak semata-mata sebuah lembaga, meskipun ia
representasi dari lembaganya. Advokasi berupaya mempengaruhi sikap, pengetahuan,
dan tindakan individu-individu dari mereka yang menyusun hukum dan peraturan,
mereka yang mendistribusikan sumberdaya, dan yang memiliki otoritas untuk
mempengaruhi kesejahteraan orang banyak. Maka, advokasi berisi tentang
pengiriman pesan kepada mereka tersebut, dan berbagai upaya untuk mempengaruhi
mereka.
Apa yang bukan merupakan advokasi? Jika
orang bicara advokasi, itu artinya ia tidak sedang bicara tentang “penyuluhan”.
Dalam penyuluhan objeknya adalah rumah-rumah tangga, yang diupayakan untuk
dirubah perilakunya dalam bertani atau
kesehatan. Yang paling berbeda dengan advokasi adalah, karena penyuluhan
didesain untuk mempengaruhi keputusan di level individual dan rumah tangga,
bukan keputusan di level pengambil kebijakan (policy makers) yang
mempengaruhi rumah tangga tadi.
Advokasi juga
bukan kampanye publik untuk merubah praktek-praktek yang khusus, misalnya
bagaimana memasyarakatkan penggunaan kondom. Advokasi memang juga mempengaruhi
publik untuk merubah cara pandangnya terhadap suatu kebijakan. Kampanye
advokasi untuk masalah AIDS dapat dengan mempromosikan dan meminta dukungan
dana untuk program penaggulangan AIDS atau kebijakan yang lebih manusiawi untuk
mereka yang menderita AIDS.
Mengapa perlu advokasi? Karena faktanya, kebijakan yang
dibuat pemerintah memang memberi pengaruh yang nyata kepada kehidupan banyak
orang. Policy makers greatly influence the
livelihoods of the poor through their decisions and actions [4].
Untuk masalah kemiskinan misalnya, diperlukan kebijakan yang inovatif,
karena dengan pendekatan “normal” hasil yang diperoleh kurang efektif. Kebijakan
yang tidak segmentatif pada akhirnya lebih banyak dinikmati oleh mereka yang
tidak miskin.
Advokasi dapat menjadi alat yang sangat berguna. Ia
sangat membantu untuk pekerjaan-pekerjaan pemberian jasa pelayanan kepada
masyarakat, capacity building, dan bantuan
teknik untuk mendukung peningkatan hidup rumah tangga dan komunitas miskin,
untuk penghilangan diskriminasi, dan mencegah
penderitaan dan kematian-kematian yang sia-sia. Namun, advokasi dapat
dimulai dengan sebelumnya mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku
individual dan rumah tangga. Program keamanan pendapatan (livelihood security) misalnya, akan berjalan apabila menggunakan
pendekatan yang holistik dengan mempertimbangkan berbagai pelaku baik di sektor
swasta maupun publik yang berkontribusi kepada masalah tersebut. Hasil yang
nyata akan terasa apabila kita dapat mempengaruhi kebijakan dan program dari
institusi yang kuat (powerful
institutions).
Dalam kegiatan advokasi
dibicarakan apa yang menjadi dasar suatu kebijakan, bagaimana mendukung
perubahan kebijakan secara berkelanjutan, dan mendiskusikan strategi untuk
mempromosikan kebijakan dan perubahan sistem. Perlu diperhatikan bagaimana
merencanaan strategi advokasi secara baik, juga pengembangan kepemimpinan, menyusun
agenda advokasi, dan strategi baru untuk mendukung diri anda dan pekerjaan
tersebut. Dalam advokasi perlu diperkuat kapasitas
kepemimpinan, dan kemampuan mengembangkan jaringan untuk menghasilakan keadilan
sosial (social justice).
Adalah penting merencanakan langkah awal (preliminary
steps) dan mengembangkan inisiatif untuk advokasi, sebelum sampai kepada
pengembangan strategi advokasi, pengembangan pesan (developing messages), menjalin network,
dan mengembangkan taktik advokasi [5].
Agar sistematis, maka
langkah-langkah aksi perlu dijalankan dengan baik dan berurutan. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam advokasi adalah[6]:
(1) merumuskan isu, (2) merumuskan tujuan jangka panjang dan tujuan-tujuan strategis,
(3) menentukan sasaran advokasi, (4) membangun dukungan, (5) mengembangkan isu
atau pesan, (6) memilih saluran-saluran komunikasi, (7) menggalang dana, (8)
implementasi, (9) pengumpulan data, serta (10) monitoring dan evaluasi.
Demonstrasi, sebagai salah
bentuk advokasi, merupakan salah satu cara menyampaikan kehendak atau tuntutan
walau keefektifannya sangat bervariasi. Namun, dalam advokasi sesungguhnya tekanannya
lebih diutamakan kepada pengorganisasian gerakan secara baik, sehingga menjadi
efektif. Demontrasi secara terbuka hanyalah salah satu opsi metode yang dapat
digunakan.
Beberapa
strategi yang dapat digunakan untuk mempengaruh keputusan dari pembuat
kebijaksanaan, misalnya adalah dengan mendiskusikan permasalahan secara
langsung dengan mereka, menulis di media, atau memperkuat kemampuan organisasi
lokal untuk mendukung. Advokasi merupakan satu pilihan sebagai strategi program
untuk mengurangi kemiskinan. Ia cocok ketika kita memang ingin mempengaruhi
kebijakan yang menjadi sumber dari terjadinya kemiskinan dan diskriminasi
tersebut.
Advokasi
biasanya dimulai dengan membangun pengikut (constituencies), yaitu sekelompok pendukung yang diorganisasikan yang
mendukung ide advokasi. Karena advokasi berada di ranah publik (public domain), maka kita harus
mempertimbangkan bagaimana cara pandang masyarakat setempat, dan memahami
bagaimana keputusan dibuat dalam konteks yang khas. Agar efektif, penggagas
advokasi juga harus paham bagaimana menseleksi isu advokasi, paham struktur dan
kultur masyarakat setempat, dan paham pula bagaimana cara kerja lembaga politik setempat.
*****
[1] Roget's New Millennium™
Thesaurus, First Edition (v 1.1.1) Copyright © 2005 by Lexico Publishing Group,
LLC. All rights reserved.
[2] “The act of pleading or arguing in favor of something, such as a cause,
idea, or policy; active support”. (Dalam: The American Heritage® Dictionary
of the English Language, Fourth Edition Copyright © 2000 by Houghton Mifflin
Company. Published by Houghton Mifflin Company. All rights reserved).
[3]
Sprechmann, Sofia dan Emily Pelton. 2001. Advocacy Tools
and Guidelines: Promoting Policy Change. January 2001. A Resource Manual
for CARE Program Managers
(www.careusa.org/getinvolved/advocacy /tools/english_01.pdf, 8 April 2005).
[4]
Sprechmann, Sofia dan Emily Pelton. 2001.
[5] Sprechmann, Sofia dan Emily Pelton. 2001.
[6] Kirana, Chandra. 2000. Perencanaan
Strategi Komunikasi Advokasi: Manual untuk Fasilitator. Adaptasi dari buku “Networking for Policy Change: an advocacy
training manual” oleh The Policy Project.