Istilah “capacity-building”
sampai saat ini masih digunakan dalam bahasa aslinya tersebut. Terjemahannya
berupa “peningkatan kapasitas” misalnya, belum populer dipakai. Pada pokoknya,
capacity-building adalah satu strategi yang dapat dipraktekkan dalam aktifitas pembangunan,
terutama yang menyangkut aktifitas bersama dengan masyarakat.
Capacity building adalah upaya penguatan
sebuah komunitas dengan bertolak dari kekayaan tata nilai dan juga prioritas
kebutuhan mereka, dan mengorganisasikan mereka untuk melakukannya sendiri. (“Strengthening
people’s capacity to determine their own values and priorities, and to organise
themselves to act on these, is the basic of development”[1]).
Dalam kalimat yang lain, Capacity
building adalah “... to enhance the capability of people and institutions
sutainably to improve their competence and problem-solving capacities”[2].
Dalam pengertian ini, capacity building
berperan sebagai instrumen atau alat yang mendukung penggunaan potensi dan
kapasitas yang ada secara efisien, memperluas kondisi yang ada, dan juga
berupaya membangkitkan potensi-potensi baru. Sebelum ke “capacity building”, perlu dipahami dulu tentang konsep “capacity”. Capacity lebih menunjuk kepada hasil (outcome) atau kondisi yang ingin dicapai, sedangkan capacity building atau adakalanya
disebut “capacity development” adalah
seluruh proses untuk mencapainya[3].
Ada berbagai definsi tentang capacity building, namun ada kesamaan satu sama lain, dimana
objeknya adalah individu, organisasi, dan juga sistem. capacity building adalah “... placing emphasis on the ability of
individuals, organisations and systems to set and implement development
objectives in a sustainable way”. Batasan ini kelihatan agak menyederhanakan,
padahal dalam prakteknya cukup komplik.
Sebagaimana konsep pembangunan, capacity building juga fokus kepada permasalahan hubungan-hubungan
sosial dan politik. Karena itu, ia tidak dapat dipandang sebagai terisolasi
dari lingkungan sosial, ekonomi, dan politik. Dari sisi level, maka dalam
melakukan capacity building akan tercakup
didalamnya apa dan bagaimana peran untuk pemerintah, pasar, sektor swasta, NGO,
serta komunitas, rumah tangga, dan individual.
Dalam konteks capacity
building sebagai sebuah pendekatan dalam pembangunan, maka akan melibatkan
identifikasi berbagai kendala dalam pembangunan. Pembangunan pada pokoknya
adalah bagaimana agar dicapai perubahan positif dalam hidup, kemajuan personal
bersama-sama dengan kemjaunan masyarakat secara umum, dan bagaimana proses serta
hasilnya terhadap upaya pengurangan kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi,
dan merealisasikan potensi manusia melalui keadilan sosial dan ekonomi. Dalam
konteks ini, maka capacity building adalah
“... the process of transforming lives,
and transforming societies”. Jadi,
capacity-building adalah sebuah bentuk respon menuju proses yang multi dimensi,
tidak semata-mata hanya sekedar intevensi teknik. Berbagai kapasitas yang harus
dibangun dalam CB adalah pembangunan intelektual, organisasional, sosial,
politik, kultural, material, maupun finansial[4].
Pada hakekatnya,
capacity building adalah tentang “dukungan”. Yaitu dukungan pihak luar
terhadap satu komunitas tertentu. Dalam konteks ini, ada dua langkah pokok
dalam mengimplementasikan capacity
building, yaitu: pertama, menilai apa jenis dan level dukungan yang
paling tepat yang sesungguhnya dibutuhkan komunitas; dan kedua, memonitor dan memodifikasi berbagai hasil negatif dari
dukungan tersebut. Langkah kedua ini merupakan point khas yang tampaknya kurang
diperhatikan selama ini. Umumnya pelaksana pembangunan terlalu yakin dengan
pendekatan dan program yang mereka implementasikan. Hampir tak ada ruang untuk
berpikir ulang, bahwa jangan-jangan pendekatan tersebut kurang tepat. Jika pun
ada evaluasi, biasanya setelah program berjalan penuh.
Apa beda capacity
building dengan pendekatan-pendekatan lain?. Setidaknya capacity-building
menolak konsep “trickel down” yang
menjadi konsep paling penting dan paling dipercayai dalam pembangunan. “Trickel down effect” adalah konsep yang
percaya bahwa dengan menggarap beberapa titik tertentu dalam satu wilayah, maka
akan menyebar dengan sendirinya ke wilayah sekitar. Seperti setetes tinta
dijatuhkan di permukaan kertas, maka ia akan segera menyebar ke area
sekitarnya.
Untuk dapat mengerti pendekatan capacity building dapat pula dengan mengetahui apa yang jelas-jelas
bukan cirinya. Deborah Eade [5]
menyampaikan empat ciri yang bukan merupakan capacity building. Ia menyatakan bahwa capacity building tak akan menciptakan ketergantungan, capacity-building bukan berarti
melemahkan peran negara, capacity-building
bukanlah aktifitas yang terpisah-pisah, dan capacity-building tidak semata-mata memperhatikan keberlanjutan
finansial.
Ada berbagai model dalam aktifitas yang berlandaskan capacity-building. Beberapa contoh
berikut dapat dipakai, yaitu [6]:
(1) bekerja dengan posisi sebagai
intermediaries, (2) menciptakan sinergi dalam komunitas dan pada lingkup, (3) mempromosikan
organisasi yang representatif, (4) menciptakan organisasi yang independen, atau
(5) pemerintah dan NGO bekerja secara paralel bersama-sama. Selanjutnya, ada
tiga level yang dapat menjadi objek dalam capacity
building, yaitu: (1) level individu dan grup, (2) level institusi dan
organisasi, dan (3) level sistem institusi secara keseluruhan mencakup institusi
hukum, politik, serta kerangka pikir ekonomi dan adminintratif. Peningkatan
kapasitas indvidu biasanya berupa pelatihan-pelatihan untuk memperbaiki
pengetahuan dan keterampilan, sedangkan
untuk institusi dan organisasi dikenal misalnya pendekatan social learning process.
Bagaimana mengukur kapasitas suatu kelompok masyarakat?
Pendekatan yang ditawarkan oleh UNDP, berdasarakan prinsip dan konsep yang idenya
dipinjam dari sektor swasta, dimana individu, kelompok sosial, dan
lingkungan merupakan kunci penting dari
kerangka yang dikembangkan. Pengukurannya menggunakan pendekatan sistem (systems approach), dengan memberi penekanan pada manajemen inter-relasi antar
berbagai institusi, serta pendekatan individual dan organisasional. Jika ingin
menggambarkan kapasitas nasional sebuah negara, maka dapat dengan menggabungkan
kapasitas yang ada pada seluruh level, baik nasional, regional, maupun
komunitas.
Menurut UNPD, dalam pengembangan masyarakat dengan
pendekatan capacitiy-building perlu
dijawab empat pertanyaan pokok, yaitu: Where
are we now? Where to we want to be ? How to get there? How to stay there? Kapasitas masyarakat secara umum akan
tergantung kepada institusi yang sehat (viable
institutions), kepemimpinan yang memiliki visi, dukungan finansial dan
sumberdaya material, keterampilan sumberdaya manusia, dan kerja yang efektif
termasuk sistem, prosedur, dan insentif kerja yang sesuai. Visi yang jelas dan
didukung (shared vision) akan dicapai
bila didahului proses saling
mengkomunikasikan dan berbagi pemahaman antar pihak. Selain itu, juga perlu
dibangun konsensus (consensus building),
serta menyediakan penjelasan dengan konteks yang lebih luas (broader context) antar pihak yang akan
terlibat. Untuk mengukur hasil kerja sebuah aktifitas capacity-building, maka beberapa prinsip yang sebaiknya dipakai
adalah: pelibatan banyak aktor baik pihak pemerintah maupun bukan sehingga penilaian
akan lebih kaya dan beimbang, menggunakan beragam pendekatan, sehingga akan
lebih mendalam dan juga lengkap, jelas dalam hal skala kegiatan dan waktu (duration)
pelaksanaan, jangan kehilangan fokus terhadap apa sesungguhnya tujuan dan
sepsifikasi aktifitas capacity-building yang dievaluasi; dan aktifitas
penilaian harus bertolak lebih karena permintaan (demand orientation) bukan
karena telah dianggarkan.
[1] Eade, Deborah and S. William. 1995. The Oxfam Handbook of
Development and Reflief. Oxfam, Oxford .
Hal 9. Dalam: Eade, Deborah. 1997. Capacity-Building: an
Approach to People-Centered Development. Development Guidelines. Oxfam , UK
and Ireland .
[2] Mildeberger, Elisabeth. 1999. Capacity Building
for Sustainable Development: Concepts, Strategies and Instruments of the German
technical cooperation (GTZ). Unit 04, Strategic Cooperate Development. May
1999. (Dalam www.sti.ch. 21 Maret
2005).
[3] “Emerging Principles on Capacity Assessments and Capacity Building
Strategies”. (http://www.ecdpm.org. 21
Maret 2005).
[4] Eade, Deborah. 1997. Capacity-Building: an Approach to
People-Centered Development. Development Guidelines. Oxfam , UK
and Ireland .
Hal 24.
[5] Eade, Deborah. 1997. Hal 32-3.
[6] Seluruh contoh ini dikembangkan dari penglaman NGO Oxfam di
berbagai negara (dalam Deborah Eade. 1997. Capacity-Building: an Approach to
People-Centered Development. Development Guidelines. Oxfam , UK
and Ireland .
Hal 36-49).