Alasan
utama penulis, kenapa “kepemimpinan” perlu dimasukkan sebagai salah satu konsep
penting adalah karena faktanya banyak sekali kita temukan di lapangan,
keberhasilan suatu usaha pembangunan di pedesaan semata-mata merupakan andil
dari seorang tokoh. Banyak kelembagaan di
desa, misalnya koperasi atau kelompok tani, mencapai kemajuan yang baik
bukan karena mereka berhasil membangun sistem organisasi dengan baik, namun
lebih karena peran seorang pengurusnya belaka.
Kepemimpinan
dibedakan secara dikotomis dengan sistem, atau adakalanya dengan manajemen.
Kepemimpinan yang baik merupakan suatu yang penting, meskipun sistem atau
manajemen dalam satu organisasi dalam kondisi tidak memuaskan. Manajemen
merupakan pedoman yang memuat sekumpulan aktifitas yang harus dilakukan dalam
situasi tertentu. Sementara, memimpin adalah bagaimana menggunakan sumber daya
dan lingkungan yang ada untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinan
(leadership) dapat bermakna sebagai kemampuan
untuk mengomandoi (“the capacity to lead
others”) yang sinonim dengan command dan lead; juga dapat bermakna sebagai perilaku memberi arahan (“an act or instance of guiding”) yang
sinonim dengan direction, guidance, dan management. Yang pertama adalah jika si pemimpin berposisi
sebagai pimpinan organisasi, sedangkan
yang kedua dalam posisi sebagai anggota suatu masyarakat belaka [1].
Pada
hakekatnya, seseorang dapat disebut “pemimpin” jika ia dapat mempengaruhi orang
lain dalam mencapai suatu tujuan tertentu, meskipun tidak dalam ikatan formal
dalam sebuah organisasi. Kepemimpinan pada dasarnya bagaimana membawa
orang-orang menuju ke tempat yang seharusnya. Pencapaian yang tertinggi dari
seorang pemimpin adalah memperoleh respek dan kepercayaan. Dalam konteks respek
dan kepercayaan, satu ungkapan yang populer dari Dwight D. Eisenhower: "Kepemimpinan
adalah seni mendapatkan orang lain untuk melakukan hal lain yang ia inginkan
karena orang itu menginginkannya"[2].
Pemimpin
dalam organisasi fokus kepada “...
creation and refinement of a vision, strategic planning, and creative thinking.
They see opportunities instead of impediments, seek out alliances instead of
fighting rivals, and are able to see haow different aspects of a situation fit
together and influence each other to form the whole” [3].
Inilah beda seorang pemimpin dengan seorang manajer. Manajer hanya memikirkan bagaimana
menjalankan tugasnya (secure working at
tasks) dengan menetapkan kondisi awal dan kondisi akhir yang akan dicapai.
Ia kosentrasi untuk menemukan solusi logis dari masalah-masalah nyata yang
dihadapi, melalui pendekatan yang analitis, terstruktur, dan tertata[4].
Pemimpin akan
menggunakan berbagai pendekatan agar tujuan tercapai baik dengan menguasai,
mengatur, atau cukup hanya mengawasi. Pemimpin yang baik juga menghasilkan
“pemimpin”, bukan pengikut. Seorang pemimpin, akan lebih memilih memandirikan dibandingkan
membuat pengikutnya tergantung, memilih memberdayakan dibandingkan mengontrol,
lebih memilih proaktif dibandingkan reaktif.
Kepemimpinan
ada dalam setiap sistem sosial, karena akan selalu ada interrelasi antara pihak
yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi, dalam level makro maupun mikro. Secara umum, syarat
terjadinya peristiwa kepemimpinan adalah: (1) ada orang yang mempengaruhi, (2)
ada orang atau sekelompok orang yang terpengaruh atau bisa dipengaruhi, dan (3)
ada aktifitas dari orang yang terpengaruh tadi. Dalam dimensi-dimensi
kepemimpinan dapat dianalisa aspek-aspek status dan peranannya, kekuasaan,
pengaruh dan otoritas, personalitas atau kepribadian, fungsi-fungsi,
nilai-nilai sosial kultural, dan situasi
kepemimpinan[5].
Kepemimpinan memiliki
peran dalam perubahan sosial. Menurut Teori Orang Besar oleh Carlyle, tokoh-tokoh besar dengan kepribadian
luar biasa, berkuasa, sehingga menentukan perang dan damai; terbukti telah
menjadi penentu sejarah selama ini.
Dalam
sosiologi, bicara tentang kepemimpinan berarti tentang “status” dan “otoritas”.
Menurut Max Weber, ada 3 jenis kekuasaan atau otoritas kepemimpinan, yaitu
kekuasaan tradisional berdasarkan kepercayaan yang telah ada, kekuasaan
rasioanl berdasarkan hukum legal, dan kekuasaan kharismatis beradasarkan
individual. Di masyarakat tardisional, sumber kepemimpinan adalah kharisma atau
otoritas kharismatis-tradisional. Kekuasaan kharismatis misalnya berupa
sifat-sifat kepahlawanan, keberanian, rela berkorban, dan sifat-sifat menonjol
lain yang patut dicontoh.
Mengikuti
evolusi perkembangan masyarakat, dari tradisional ke modern, berbagai aspek
dalam kepempinan pun berubah. Secara umum, terjadi perubahan konsep kepemimpinan
dari yang polimorfik (multi funsgi) ke monomorfik (monofunsgi)[6].
Ini bersamaan dengan perubahan bentuk-bentuk kelembagaan dalam masyarakat yang
sebelumnya satu kelembagaan untuk banyak hal, berubah menjadi kelembagaan yang
spesifik. Sebagai misal, dulu seorang pemimpin pesantren umumnya bisa mengobati
penyakit dan juga pendekar; dan sekarang semakin terfokus hanya sebagai
pendidik keagamaan.
Bagaimana
seorang pemimpin bisa muncul? Banyak teori tentang kepempinan[7].
Menurut Bass [8],
ada tiga teori dasar yang menerangkan bagaimana pemimpin bisa lahir, yaitu:
1.
Teori Bakat (Trait Theory). Beberapa orang memang memiliki kemampuan alamiah untuk jadi pemimpin.
2.
Teori Kejadian Besar (The Great Events Theory). Suatu krisis
atau kejadian sosial penting dapat melahirkan seorang yang biasa menjadi
pemimpin.
3.
Teori Transformasi (The Transformational Leadership Theory).
Seseroang dapat dipilih jadi pemimpin,
dan memimpin adalah keterampilan yang dapat dipelajari.
Teori ketiga
ini, yang sebagian menyebutnya dengan “Teori Lingkungan”, paling banyak dipakai
sekarang ini. Munculnya pemimpin ditentukan waktu, tempat, dan keadaan. Dan, struktur
sosial menjadi determinan penting dalam pembentukan kepemimpinan. Paradigma ini
digunakan misalnya dalam ilmu manajemen dan bisnis. Jadi, pemimpin yang baik
tidak dilahirkan[9].
Jika mau, semua orang dapat jadi pemimpin. Kemampuan memimpin dapat dicapai
melalui proses tanpa henti secara otodidak (self-study),
maupun melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.
Bagaimana
memimpin secara efektif? Dua kunci penting bagi kepemimpinan yang efektif
adalah: (1) kepercayaan (trust) dan
keyakinan diri (confidence); dan (2)
komunikasi yang efektif. Seorang pemimpin mestilah dapat dipercaya serta harus mampu
mengkomunikasikan visinya.
Prinsip kepemimpinan yang juga
populer adalah: “be, know, and do” [10].
Ada tiga kelompok aspek penting, yaitu bangunlah kemampuan diri (= be), pahami permasalahan yang
dihadapi secara teor maupun praktek (=
know), dan lakukanlah apa yang dirasa tepat (= do).
Secara umum, ada empat faktor
utama sehingga peranan kepemimpinan dapat berjalan, dalam organisasi maupun
dalam masyarakat, yakni:
1.
Pengikut (follower). Setiap manusia membutuhkan gaya kepemimpinan yang
berbeda. Seseorang dengan motivasi rendah pelu pendekatan yang lebih agar
berkembang. Karena itu, pemimpin harus mengenal pengikutnya dengan seksama.
Kenali kebutuhannya, emosinya, dan motivasinya.
2.
Pemimpin. Seorang pemimpin harus
paham benar siapa dia, apa yang dia tahu, dan apa yang dapat dilakukannya.
Pemimpin harus bisa meyakinkan pengikutnya bahwa ia adalah pilihan yang cocok.
3.
Komunikasi. Memimpin adalah
berkomunikasi dua arah. Komunikasi terjadi dalam segala bentuk, dan komunikasi non-verbal
kadangkala bahkan lebih efektif.
4.
Situasi. Semua kondisi berbeda.
Sesuatu yang dapat berjalan dalam satu situasi, tak selalu belaku untuk kondisi
lainnya. Karena itu perlu selalu penyessuaian dan pertimbangan (judgment) menghadapai situasi yang berbeda.
Pemimpin
yang efektif harus mampu mentransformasi visinya ke anggota, nilai-nilai yang
dianutnya, integritas, dan kepercayaan. Kualitas yang melekat pada
pemimpin yang sukses adalah bakat, inisiatif dan kemampuan manajerial,
kharismatis, misi yang jelas, berorientasi hasil, optimisme, percaya diri,
kemampuan untuk mendorong dan mendelegasikan. Kunci
kepemimpinan yang efektif terletak pada hubungan yang dibentuk bersama anggota
tim, karena pada dasarnya memimpin tidak pernah benar-benar sendiri. Formulanya
adalah bagaimana berbagi informasi.
Menjalankan tugas terasa lebih ringan apabila dikerjakan secara bersama-sama.
Agar efektif, formula kepemimpinan
yang harus diikuti adalah perlunya integritas, kemitraan dan penegasan [11].
Memimpin dengan integritas berarti menjadi orang sebagaimana Anda mengharapkan
orang lain menjadi dirinya. Integritas diperoleh dari respek dan kepercayaan. Kepercayaan
tidaklah sama dengan respek. Respek berarti melibatkan orang lain dan bersedia
mendengarkan pendapat orang lain. Berbuatlah pada orang lain sama seperti apa
yang Anda inginkan orang lain perbuat pada Anda. Selain itu, memimpin dengan
memberikan contoh juga merupakan contoh yang nyata.
Sedangkan kepercayaan berarti
membiarkan orang lain melakukan apa yang menjadi wewenangnya serta bertindak
secara sama, tidak peduli sang pemimpin berada di tempat ataukah tidak.
Kepercayaan terjadi apabila nilai dan tingkah laku bertemu. Orang-orang semakin
menaruh respek dan kepercayaan kepada pemimpin, apabila apa yang diucapkan sang
pemimpin sama dengan apa yang dilakukannya.
Kepemimpinan bukan hanya merupakan
apa yang Anda lakukan terhadap orang-orang, melainkan apa yang Anda lakukan
bersama orang-orang. Pujian juga merupakan hal yang sangat penting dalam
kepemimpinan. Pujian akan efektif apabila diberikan secara spesifik, tulus, dan
dengan cepat setelah kejadian yang layak beroleh pujian terjadi.
Kemitraan akan mengumpulkan
potensi-potensi yang ada dari anggota tim. Sementara, penegasan berarti
menjadikan orang lain mengetahui kalau apa yang dilakukannya adalah penting.
Penegasan juga menjadikan orang-orang merasa dihargai. Kepemimpinan menjadi
efektif apabila semuanya dimulai dari self-leadership
setiap anggota, karena pada hakekatnya kepemimpinan bersifat dua arah.
*****
[1] http://www.answers.com/leadership.,
13 Mei 2005.
[2] “Kepemimpinan -
Motivasi – Kesetiaan”. (http://www.iri-indonesia.org/indo/file/leader.html.
14 April 2005 ).
[3] Hickman, Craig R. 1990. “Mind of
a Manager, Soul of a Leader”. Toronto :
Jhon Wiley and Sons. Hal.3 (http://www.cedresources.nf.net.,
18 Januari 2005).
[4] Hickman, 1990. Hal 3.
[5] Kartodirdjo, Sartono. 1986.
Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial. LP3ES. Cet.2. 212 halaman.
[6] Kartodirdjo, Sartono. 1986. Hal
viii.
[7] Beberapa contoh teori kepemipinan
adalah: Fiedler Contingency Model, Leadership Participation Model, Path-goal Model, Situational Leadership Theory, Trait Theory, Functional Leadership Model, dan Managerial Grid Model.
[8] Bass, Bernard. 1989. Stogdill's
Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research, New York : Free Press. Dan, Bass, Bernard.
1990. From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the
Vision, Organizational Dynamics, Winter.
[9] Donald Clark. 1997. “Concepts of
Leadership”. (http://www.nwlink.com/~donclark/leader/leadcon.html.,
14 April 2005).
[10] U.S. Army
Handbook (1973). “Military Leadership: Be * Know * Do, Leadership the Army Way . Adapted
from the Official Army Leadership Manual. (http://www.pfdf.org/leaderbooks/hesselbein/beknowdo.html,
8 Juli 2005).
[11] Ken Blancard dan Marc Muchnick .
The Leadership Pill. Simon &
Schuster, 2004. x + 113 halaman. (http://www.swa.co.id/sekunder/resensi/manajemen/strategi/details.php?cid=5&id=7.,
14 April 2005 ).