“Mitra” yang
dimaksud disini lebih pada istilah dalam konteks ekonomi, yang pada pokoknya
sama dengan “teman” atau “kawan” dalam bahasa sehari-hari. Padanan bahasa Inggrisnya yang paling dekat adalah
“friendship” dan “partnership” [1]. Esensi kemitraan
dalam ekonomi terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labor) maupun
benda (property), atau keduanya untuk tujuan-tujuan ekonomi[2].
Pengendalian kegiatan juga dilakukan bersama, dimana pembagian keuntungan dan
kerugian didistribusikan di antara pihak yang bermitra. Artinya, sumberdaya dan
kompetensi masing-masing digabungkan untuk mencapai sinergi, menuju peningkatan
volume maupun kualitas produk atau jasa yang dihasilkan.
Dalam American
Heritage Dictionary (1992), “partnership” adalah “a relationship between individuals or groups
that is characterized by mutual cooperation and responsibility, as for the
achievement of a specified goal ” [3]. Istilah “partnership” pertama muncul dalam
hukum bisnis yang berkaitan dengan suatu kontrak berbagi yang adil dalam hal
keuntungan maupun kerugian dalam kerjasama bisnis (joint business). Konsep ini
kemudian dijadikan dasar dalam membentuk organisasi dan penataan manajemen
dalam banyak bidang.
Dalam khasanah ilmu
sosiologi dan psikologi, teori tentang “friendship” sesungguhnya telah lama
menjadi perhatian. Beberapa faktor yang akan meningkatkan friendship misalnya adalah
hipotesis empati-altruisisme (Empathy-Altruism
Hypothesis). Jika kita merasa empati kepada orang lain, maka kita
akan cenderung membantu. Contoh lain, dalam Teori Propinquity
Effect dinyatakan bahwa pertemuan dan interaksi antar indovidu akan
meningkatkan kesempatan untuk melakukan kemitraan. Dalam ilmu sosial, satu prasyarat penting
berjalannnya kemitraan adalah harus adanya keakraban (familiarity). Dalam Teori
Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory) dinyatakan bahwa “relationships go
through stages of increasing familiarity”. Suatu hubungan hanya akan terjalin
apabila dicapai derajat keakraban tertentu.
Dalam
konteks formal, hubungan kemitraan merupakan “a legal contract entered into by
two or more persons in which each agrees to furnish a part of the capital and
labor for a business enterprise, and by which each shares a fixed proportion of
profits and losses”. Hubungan ini dicirikan oleh adanya kerjasama dan juga tanggung
jawab yang saling menguntungkan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Dalam
konteks ekonomi, ia terdiri dari dua atau lebih individu yang memanajemen dan
mengoperasikan usaha bisnis bersama-sama.
Dalam batasan formal
ekonomi, kemitraan pada pokoknya adalah upaya untuk meningkatkan usaha kecil
sehingga menjadi tangguh dan mandiri [4]. Dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan, pasal 1 no. 8 disebutkan:
“Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha
kecil dengan usaha menengah atau besar disertai dengan pembinaan dan
pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip
saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”.
Kemitraan yang
“saling memerlukan” terjadi ketika perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku , dan kelompok mitra
memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. Prinsip “saling memperkuat”
terealisasi ketika kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama
memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis, sehingga akan
memperkuat kedudukan masing-masing dalam
menningkatkan daya saing usahanya. Terakhir, “saling menguntungkan” tercapai jika
keduanya memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
Konsep kemitraan
juga dapat menjadi kunci utama dalam upaya membangun kekuatan “ekonomi mikro
rakyat”. Kemitraan dapat menjadi solusi di tengah ketidakseimbangan ekonomi
yang terjadi pada pelaku ekonomi kecil dan besar. Untuk pengembangan ekonomi
mikro, pelaku usaha besar perlu digandeng untuk turut serta dalam mengurangi
ketidakadilan perekonomian nasional [5]. Dengan
menerapkan konsep kemitraan, artinya kita percaya bahwa kekuatan ekonomi hanya
bisa terbangun dengan sebuah kerja bersama untuk mengurangi ketidakadilan
tersebut. Kemitraan dapat menjadi satu jalan menuju kepada pemberdayaan
komunitas (community empowerment).
Kenapa
kemitraan perlu? Mencermati perekomian sebuah bangsa tidak bisa hanya dilihat
dari aspek makro ekonomi saja, namun juga harus dilihat dari aspek mikro ekonomi,
karena aspek inilah yang memegang peranan kunci yang menentukan apakah kekuatan
makro ekonomi kita benar-benar ditopang kekuatan ekonomi mikro. Dalam konteks
ini, kemitraan adalah sebuah "jembatan" penghubung yang cukup
strategis ketika jurang kesenjangan antara pelaku usaha kecil, menegah dan
usaha besar, semakin lebar. Kemitraan bisa menjadi jaring besar untuk membangun
kekuatan bersama bagi pelaku ekonomi kecil yang didorong oleh pemerintah untuk
memperkuat posisinya bahkan menaikkan posisi tawar pelaku usaha kecil untuk
bangkit dan bersaing dalam pasaran global. Melalui kemitraan, pemerintah akan
mampu meningkatkan daya saing para pelaku usaha kecil, dan berdayanya usaha
kecil dalam menembus pasar.
Bagi pelaku usaha
kecil, dapat membangun kemitraan antarsesama pengusaha kecil melalui wadah
koperasi. Penguasaan sumber daya yang terbatas yang dimilikinya akan
digabungkan, sehingga menjadi kekuatan
ekonomi yang lebih besar. Diharapkan, ini akan bisa memberikan potensi tawar
yang lebih besar untuk menghadapi pasar.
Pada dasarnya,
konsep kemitraan bukan ide baru dalam upaya memperkuat pelaku ekonomi mikro di Indonesia .
Urgensi yang besar terhadap kemitraan ditunjukkan dengan lahirnya UU No. 9
tahun 1995 tentang Usaha Kecil, serta Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997
tentang Kemitraan. Kemitraan merupakan upaya penguatan pelaku usaha kecil yang
sangat sesuai dengan iklim usaha di Indonesia , karena pada dasarnya
kemitraan mempunyai asas bersama dan kekeluargaan sebagaimana diamanatkan dalam
UUD 1945 pasal 33.
Sejak tahun 1993
dalam GBHN telah diamanatkan agar pengembangan dan pembinaan usaha nasional
didorong melalui perluasan kerjasama dan keterkaitan usaha antara usaha skala
besar menengah dan kecil berdasarkan kemitraan yang saling menunjang, menguntungkan
dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Dalam rangka memasuki era
perdagangan bebas baik regional maupun internasional berupa AFTA, APEC dan WTO;
maka masing-masing negara perlu mempersiapkan diri melalui penataan kerjasama
di berbagai bidang yang dilandasi oleh kemitraan. Kemitraan sekarang ini
merupakan landasan bentuk kerjasama yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan
perubahan lingkungan dalam era teknologi dan globalisasi.
Untuk pertanian,
landasan pengembangan kemitraan di bidang pertanian ada dalam UU No.
12 Tahun 1992, khususnya
Pasal 47 (ayat 3), yaitu: ”Badan Usaha diarahkan untuk kerjasama secara
terpadu dengan masyarakat petani dalam melakukan usaha budidaya tanaman”. Juga
pada Pasal 49: “Pemerintah membina usaha lemah serta mendorong dan membina
terciptanya kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan antara Pengusaha
lemah dan Pengusaha kuat di bidang budidaya tanaman”.
Menurut pengertian
di Departemen Pertanian, kemitraan adalah antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra. Yang dimaksud dengan kelompok mitra di antaranya dalah
koperasi, usaha kecil, dan kelompok tani[6]. SK Mentan No. 940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang
Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, pasal
2[7] menyebutkan:
“Tujuan kemitraan
usaha pertanian adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha,
mengingkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, dan peningkatan skala usaha,
dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang
mandiri”.
SK Mentan No.
944/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan
Usaha Pertanian, menjelaskan tingkat hubungan kemitraan dengan indikator berupa
manajemen dan manfaat.. Ada
dua aspek yang menjadi perhatian, yaitu proses manajemennya dan manfaatnya. Aspek
dan indikator serta faktor yang dinilai dijabarkan
pada tabel berikut. Tiap faktor tersebut lalu diberikan bobot dan nilainya,
sehingga diperoleh nilai total akhir, dan kemudian dikelompokkan apakah
termasuk dalam katagori Kemitraan Pra Prima, Kemitraan Prima, Kemitraan Prima
Madya, ataukah Kemitraan Prima Utama. Secara ringkas, dipaparkan pada tabel
berikut:
Aspek
|
Indikator
|
Faktor yang
dinilai
|
-Proses manajemen kemitraan
|
perencanaan
pengorganisasian
pelaksanaan dan efektifitas kerjasama
|
Perencanaan kemitraan, kelengkapan perencanaan
Bidang khusus, kontrak kerjasama
Pelaksanaan kerjasama, efektifitas kerjasama
|
-Manfaat
|
Ekonomi
Teknis
Sosial
|
pendapatan, harga, produktifitas, resiko usaha
mutu, penguasaan teknologi
keinginan kopntinuitas kerjasama, pelestarian lingkungan
|
Dalam berbagai model
kemitraan yang dikembangkan di Indonesia ,
teruama di Departemen-Departemen[8], selalu
melibatkan dua hal, yaitu adanya hubungan dagang dan hubungan pembinaan. Dalam
tiap bentuk model, usaha besar selalu harus memberikan pembinaan teknis,
finansial bantuan permodalan, pemasaran, maupun manajemen. Setidaknya telah
dirumuskan tujuh model kemitraan, yaitu:
Model Inti Plasma. Ini
merupakan hubungan kemitraan antara Usaha Kecil (UK) dengan usaha menengah atau
besar, dimana Usaha Menengah (UM) atau Usaha Besar (UB) bertindak sebagai inti
dan Usaha Kecil selaku Plasma. Perusahaan inti berkewajiban melakukan pembinaan
mengenai teknis produksi agar memperoleh hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan. Pembinaan juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas manajemen
kelompok plasma.
Model Kontrak Beli (Contract Farming). Pada model ini
terjadi hubungan kerjasama antara kelompok UK dengan perusahaan agroindustri berskala
UM dan UB yang dituangkan dalam suatu perjanjian kontrak jual beli secara tertulis
untuk jangka waktu tertentu. Dalam model ini, plasma berkewajiban untuk
menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan secara kolektif dalam kelompok, dan
menerima pembayaran sesuai dengan yang disepakati dalam kontrak. Perusahaan
pembeli wajib membeli seluruh produksi dari kelompok dengan harga yang telah
disepakati.
Model Sub Kontrak. Dalam model ini, UK memproduksi komponen
dan atau jasa yang merupakan bagian dari produksi UM dan UB. Model kemitraan
ini menyerupai pola kemitraan contract farming tetapi pada pola ini kelompok UK tidak melakukan
kontrak secara langsung dengan perusahaan pengolah (processor) tetapi melalui
agen atau pedagang. Dalam pengembangan pola ini, UM atau UB meningkatkan
keterampilan, manajemen, teknologinya dan menjamin kepastian pasar yang dapat
meningkatkan kelangsungan usaha, daya inovasi dan kewirausahaan UK , sebagai
upaya UM atau UB untuk lebih meningkatkan dan pemberdayaan UK .
Model Dagang Umum. Disini UM atau UB memasarkan
hasil produksi UK, dapat juga UK memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UM atau
UB, atau UK yang membesarkan hasil UM dan UB.
Model Vendor. UM dan UB menggunakan hasil produksi yang merupakan
bidang keahlian UK untuk melengkapi produk yang dihasilkan UM dan UB.
Mereka dapat memesan produk yang diperlukan sesuai dengan teknologi pembuatan, ukuran, bentuk, mutu dan kualitas barang yang telah dikuasai oleh UK. Pengembangan pola vendor yang dilakukan oleh UM atau UB diarahkan untuk dikembangkan melalui teknologi baru, untuk mendapatkan hasil yang baik, dan mendapatkan jaminan pasar yang pasti, sehinggaUK tersebut dapat berubah statusnya
menjadi lebih besar. Pola vendor menggerakkan keahlian yang ada pada UK untuk
menunjang UM dan UB.
Mereka dapat memesan produk yang diperlukan sesuai dengan teknologi pembuatan, ukuran, bentuk, mutu dan kualitas barang yang telah dikuasai oleh UK. Pengembangan pola vendor yang dilakukan oleh UM atau UB diarahkan untuk dikembangkan melalui teknologi baru, untuk mendapatkan hasil yang baik, dan mendapatkan jaminan pasar yang pasti, sehingga
Model Keagenan. Pada model ini kelompok mitra (UK ) diberi hak
khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra (UM atau UB).
Keunggulan dari hubungan pola kemitraan ini adalah berupa keuntungan dari hasil
penjualan, ditambah komisi yang diberikan oleh perusahaan mitra.
Model Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Disini kelompok
mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra
menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau
membudidayakan suatu komoditi pertanian. Perusahaan mitra dapat berbentuk
sebagai perusahaan inti atau
perusahaan pembina. Ia melaksanakan pembukaan lahan, atau menyediakan lahan
atau menyediakan kapal, mempunyai usaha budidaya atau penangkapan dan memiliki
unit pengolahan yang dikelola sendiri. Perusahaan inti juga melaksanakan
pembinaan berupa penanganan dalam bidang tehnologi, sarana produksi, permodalan
atau kredit, pengolahan hasil, menampung produksi memasarkan hasil kelompok
mitra.
Kemitraan
bagaimanapun harus mengembangkan tujuan bersama disertai pengertian tentang
permasalahan dan peran kemitraan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
nantinya. Tiap pihak yang bermitra harus mengemukakan motivasinya secara
terbuka, sehingga dicapai kesalingpengertian. Tentang pebedaan, tiap pihak
harus dapat menciptakan iklim untuk mendiskusikan perbedaan tersebut dan
mengembangkan berbagai cara untuk mengakomodasikannya. Perbedaan akan selalu
hadir, misalnya tentang strategi yang akan dipakai. Yang penting adalah adanya kesiapan
untuk membicarakannya secara terbuka, sehingga solusi yang terbaik akan dapat
diperoleh.
*****
[1] Friendship (noun)
= companionship, sementara partnership (noun) =
alliance. Kedua kata ini sinonim dengan: affiliation, assistance, association,
brotherhood, cartel, clique, community, companionship, conglomerate,
conjunction, connection, cooperation, cooperative, corporation, friendship,
help, joining, sharing, society, tie-up, togetherness, union, agreement,
alliance, association, brotherhood, brotherly love, closeness, coalition,
comity, company, consonance, empathy, familiarity, favor, friendliness, fusion,
good will, harmony, intimacy, league, love, rapport, regard, sociability,
society, sodality, solidarity, understanding. (Sumber: Roget's New
Millennium™ Thesaurus, First Edition (v 1.1.1).Copyright © 2005 by Lexico Publishing
Group, LLC. All rights reserved. (http://thesaurus.reference.com/search?q=friendship.
27 April 2005 ).
[2] Burns, A.A. 1962. Partnership dalam Encyclopedia of the
Social Sciences. MCMLXII hal. 3-6. E.R.A. Selingman dan A. Johnston (eds.). New York : The Macmillan,
Co.
[3] “Chapter 2: Theory and Practice of Partnership”.
(http://etd-gw.wrlc.org/theses/available/etd-11122003-193919/unrestricted/02chapter2.pdf.,
6 Mei 2005).
[4] Ini terlihat dalam UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil,
khususnya pada Bab VII atau pasal 26 sampai 32. Salah satu landasan hukum lain
adalah SK Mentan No. 944/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Penetapan Tingkat
Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian.
[5] Subiakto Tjakrawerdaja (Mantan Menteri Koperasi dan UKM). 2005. Menuju Visi Kesejahteraan Rakyat: Lewat
program "Empat Sehat Lima Sempurna". Harian Republika, 23 Maret 2005.
(http://www.mail-archive.com/ppiindia@yahoogroups.com.
11 april 2005 ).
[6] Dalam bidang pembangunan perkebunan, maka kemitraan dapat
diimplementasikan dalam beberapa bentuk seperti Pola Perusahaan Inti Rakyat
(PIR), Bangun Operasi Transfer (BOT), Kerjasama Operasional (KSO), Kontrak
Farming (KF) dan Dagang Umum (DU).
[7] Badan Agribisnis, Deptan. 1998. Kemitraan: Kebijaksanaan dan
Penjelasan Pola Kemitraan Usaha Pertanian. Buku
I. 78 hal.
[8] Misalnya di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. MODEL
KEMITRAAN DI DAERAH TRANSMIGRASI http://www.nakertrans.go.id/investasi_swasta/Model_kemitraan.php.
11 April 2005 .