Dalam definisi formal menurut PBB, commmunity development (CD) adalah “… a process whereby the efforts of Government are united with those of the people to improve the social, cultural, and economic conditions in communities” [1]. Sebuah proses usaha-usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kondisi sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat. Sepintas terlihat, bahwa ini merupakan pendekatan “yang biasa” saja. Seolah, banyak bentuk kegiatan ke pedesaan selama ini sudah dapat dikatakan sebagai aktifitas community development.
Namun, satu kata kunci yang
menjadi titik perhatian disini adalah “komunitas”, atau lebih tepatnya “bekerja
dengan komunitas”. Jadi, untuk mengidentifikasi apakah sebuah aktifitas tergolong
secagai CD atau bukan, kita harus menjawab:
apakah selama ini kegiatan kita di desa memang telah bekerja bersama
komunitas atau belum? Partisipasi tentu saja menjadi indikator yang mutlak.
Jenis partisipasi apa yang telah dibangun dalam aktifitas kita tadi?
Bergulirnya konsep “bekerja
dengan komunitas”, merupakan bentuk kritik terhadap pendekatan pembangunan
sebelumnya yang top down dan kurang
memperhatikan keunikan, kemampuan, dan
kespesifikan permasalahan tiap kelompok masyarakat. Secara umum dikenal tiga
bentuk akifitas dengan komunitas (Community Practice), yaitu Social Action, Social Planning, dan Community Development.
Secara umum, community development adalah suatu
konsep yang luas, yang mencakup berbagai bentuk upaya dengan mengaplikasikan
teori dan praktek berupa kepemimpinan
lokal (civic leaders), activists, dan melibatkan warga dan
kalangan profesional untuk meningkatkan berbagai sisi kehidupan dari komunitas
lokal. Dalam prakteknya, para pelaksana melakukan identifikasi permasalahan, mempelejari
sumberdaya setempat, menganalisa struktur kekuasaan lokal, mengidentifikasi kebutuhan
masyarakat, dan berbagai hal lain di masyarakat tersebut.
Sebagaimana
telah saya jelaskan di bagian Kata Pengantar, beberapa konsep adakalanya menganggap diri yang “paling besar”, dan
memposisikan konsep lain dalam dirinya sebagai subordinat. Menurut para penulis
community development, pembangunan pedesaan hanya “….. applications of
community development principles outside of urban areas”. Dan pembangunan
regional adalah “… applications
of community development principles in geographical areas consistent with those
specified for or in: Regional Development Associations, Change and Challenge, Community
Matters”.
Pendekatan
community development didefinisikan tahun 1948 untuk menggantikan
istilah pendidikan massa di Inggris [2].
Mereka mendefinisikannya sebagai “… suatu gerakan yang dirancang untuk
meningkatkan taraf hidup keseluruhan komounitas melalui partisipasi aktif, dan
jika memungkinkan, berdasarkan inisitaif masyarakat. …. Hal ini meliputi
berbagai kegiatan pembangunan di tingkat distrik, baik dilakukan oleh
pemerintah ataupun lembaga-lembaga non pemerintah….(pengembangan masyarakat)
harus dilakukan melalui gerakan yang kooperatif dan harus behubungan dengan bentuk
pemerintahan lokal terdekat” [3].
Sejarah
community work di Inggris terbagi menjadi empat fase. Fase pertama pada
periode tahun 1800-1920 adalah munculnya profesi pekerjaan sosial, berupa
organiasi amal, untuk mengorganisasikan bantuan ke masyarakat. Fase kedua (1920-
1950), ditandai munculnya konsep neighbourhood dengan titik sentral pada
aksi komunitas (community action movement). Lalu di fase ketiga mulai
1960-an, ditandai munculnya pendekatan
berdasarkan konsensus (consensus approach). Terakhir, pada fase
keempat, mulai munculnya pendekatan yang lebih radikal dan berbau politis,
fokus kepada aktifitas-aktifitas yang bersifat khusus[4]. Pola fase keempat inilah yang sekarang banyak
dikembangkan.
Beda
dengan di Inggris, di Amerika Serikat, community development berakar
dari disiplin ilmu pendidikan, terutama pendidikan di tingkat pedesaan, yaitu
perluasan dari Rural Extension Program pada akhir abad ke 18. Sementara
untuk pedesaan mereka menggunakan pendekatan “community organisation”.
Dalam pendekatan ini, dianggap bahwa komunitas di perkotaan jauh lebih
berkembang dibandingkan di pedesaan [5].
Dalam
prakteknya, usaha-usaha untuk mengimplementasikan CD adalah melalui konsentrasi
kepada aktifitas, sumber daya , dan fasilitas yang ada, dan membentuk dasar-dasar
sehingga pada masanya nanti komunitas setempat dapat mengontrol sendiri masa
depannya. Beberapa prinisp dalam community development adalah:
- Kebutuhan komunitas harus dilihat dalam pendekatan
yang holistik. Meskipun prioritas dapat disusun secara sektoral misalnya,
namun harus mampu menjelaskan keterkaitannya dalam perencanaan secara
menyeluruh.
- CD adalah proses.
Artinya, proses mestilah menjadi bagian penting dalam seluruh aktifitas,
sehingga dimonitor dan dievaluasi secara baik, dan diperlakukan sama
pentingnya dengan hasil atau kemajuan yang diperoleh.
- Pemberdayaan
merupakan hasil dari pengaruh, partisipasi, dan pendidikan komunitas. Yang
dituju oleh kegiatan CD adalah “pemberdayaan” dari komunitas bersangkutan.
Ia akan dicapai apabila rangkaian aktifitas yang dijalankan merupakan
kebutuhan dan keinginan komunitas bersangkutan, sehingga partisipasi dapat berjalan
secara sempurna. Selain itu, seluruh tahapan haruslah dipandang sebagai
sebuah proses pendidikan bagi komunitas.
- Aktifitas yang dijalankan
harus menjamin bahwa itu memperhatikan lingkungan sekitar.
- Mempertimbangkan
keberlanjutannya (sustainability).
- Kemitraan antar
seluruh pelaku akan lebih menjamin akses kepada sumberdaya secara lebih
adil.
Community development merupakan pembangunan dari
bawah (bottom up), sebagai lawan dari pendekatan social planning yang top down. Namun, konsep CD tidak semata-mata masalah atas-bawah. Yang
penting adalah terjadianya redistribusi tanggung jawab dan otoritas, serta
penggantian kekuasaan (shift in power).
Konsep CD memiliki nuansa, bahwa ada sekelompok masyarakat yang perlu mendapat
bantuan oleh pihak luar. Konsep ini merupakan kritik dari pendekatan
pembangunan yang menggarap manusia secara individu demi individu. Suatu
kelompok masyarakat, yaitu komunitas, adalah satu unit yang ibarat seorang
manusia memiliki kemampuan, keinginan, jiwa, dan lain-lain. Pendekatan CD bertolak
dari pandangan dasar tersebut.
Operasionalisasi konsep CD di tengah masyarakat akan
sejajar dengan tiga hal penting, yaitu kepemimpinan, individual, dan community empowerment. CD juga berbicara
tentang kemitraan, yaitu dengan menyediakan akses kepada sumberdaya penting.
Kerjasama dibutuhkan antara pemerintah, swasta, institusi pendidikan dan
pelatihan, serta bahkan semua orgasnisasi yang berbasis komunitas lainnya.
Dalam CD tujuan utamanya adalah kemandirian, dengan
titik berat pada proses (process goals).
Ini bertolak dari asumsinya bahwa ada kesenjangan relasi dan kapasitas dalam
memecahkan masalah secara demokrastis, dan bertolak dari keyakinan bahwa
komunitas berbentuk tradisional statis. Strategi yang digunakan adalah dengan pelibatan
kelompok-kelompok untuk menentukan dan memecahkan masalah mereka, dengan
menerapkan teknik pembentukan konsensus, diskusi, dan komunikasi. Peran
praktisi disini adalah sebagai katalisator, koordinator, maupun untuk mengajarkan
keterampilan dalam memecahkan masalah dan nilai-nilai etis. Media yang
digunakan adalah dengan memanipulasi kelompok kecil untuk penyelesaian suatu
tugas. Batasan sistem klien disini adalah seluruh komunitas geografis, atau
disebut dengan “warga”.
Dalam perkembangannya, istilah community development lalu difokuskan kepada aspek-aspek tertentu.
Karena itu dikenal “Community Economic
Development” (CED), dengan tekanan pada lebih kepada aktifitas ekonomi. CED
bertolak dari kondisi dan bekerja untuk komunitas setempat (citizen-led), didedikasikan kepada peningkatan kehidupan melalui
disrtibusi kesejahteraan (wealth
distribution), pengurangan kemiskinan (poverty
reduction), dan penciptaan lapangan kerja (job creation). Untuk mendukung aktifitas bisnis setempat, maka
penyediaan infrastruktur merupakan bagian yang penting.
Dari penelusuran ini terlihat bahwa CD bermakna lebih
luas. Ia lebih sebagai kerangka berpikir, serta sikap untuk berpihak. Konsep capacity building dapat diposisikan
sebagai alat, dimana CD sebagai semangatnya atau ideologinya. Ringkasnya, capacity building adalah salah satu
cara untuk mengimplementasikan CD.
Membicarakan community
development tentu perlu penegasan tentang apa arti kata “komunitas” dalam
keilmuan. Dalam sosiologi, secara harfiah maknanya adalah “masyarakat setempat”
[6].
Yaitu, sekelompok masyarakat yang hidup bersama sedemikian rupa sehingga
merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup
yang utama [7].
Artinya, ada social relationship yang
kuat di antara mereka, pada satu geografis tertentu. Faktor yang menjadi dasar
adalah adanya interaksi yang intensif di antara para anggotanya, dibandingkan
dengan orang-orang di luar batas wilayahnya. Jadi ukurannya adalah derajat
hubungan sosial.
Komunitas juga berkaitan dengan aktifitas ekonomi dan
politik. Satu yang esensial padanya adalah karena ia merupakan unit-unit sosial
yang memiliki otoritas sendiri dengan nilai-nilai bersama dan rasa memiliki
satu sama lain. Komunitas terjaga karena adanya kohesi sosial, yang digunakan
secara informal, dalam situasi dimana individu-individu diikat dengan orang
lain oleh komitmen sosial dan kultural. Kohesi sosial terdapat dalam grup besar
maupun kecil Menurut Mitchell [8]. Ada
3 karakteristik kohesi sosial, yaitu (1) komitmen individu untuk norma dan
nilai umum, (2) kesalingtergantungan yang muncul karena adanya niat untuk
berbagi (shared interest), dan (3) individu yang mengidentifikasi dirinya
dengan grup tertentu. Pada perkembangannya, konsep komunitas dipakai secara
lebih luas. Untuk tipe di atas disebut sebagai “community of places’, sedangkan
hubungan yang diikat arena kesamaan kepentingan namun borderless disebut dengan “community of interest”.
*****
[1] Dari
literatur “The Community Capacity Building Program” Dalam: www.cedresources.nf.net ,18 Januari 2005.
[2] Adi,
Isbandi R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas.
LP Fakultas Ekonomi UI, Jakarta .
Edisi Revisi 2003. hal 197- 201.
[3] Collonial
Office 1954; appendik D, p.49 in Brokensha and Hodge 1969, p.34 Dalam Adi,
Isbandi R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi
Komunitas. LP Fakultas Ekonomi UI, Jakarta .
Edisi Revisi 2003. hal 199.
[4] Adi,
Isbandi R. 2003. hal. 102-104.
[5] Adi,
Isbandi R. 2003. hal. 200.
[6] Soekanto,
Soejono. 1999. Sosiologi: Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta . Cet ke 28. Hal
162-3
[7] “Community
is a group of people with a common
characteristic or interest living together within a larger society” or a “body
of persons or nations having a common history or common social, economic, and
political interests”
[8] Mitchell,
Bruce. 1994. Sustainable Development at The Village level in Bali , Indonesia .
Human Ecology an Interdisciplinary Journal. Vol. 22 no. 3 September 1994 . (pp. 189-211). Hal.
165.