Kewirausahaan berasal dari istilah
Bahasa Inggris “entrepreneurship”.
Sebagian orang menerjemahkan menjadi “kewiraswastaan”. Sedangkan untuk “entrepreneur” diindonesiakan menjadi
“pengusaha” atau “usahawan”. Secara
umum, kewirausahaan adalah kemampuan untuk melihat dan menilai
peluang-peluang bisnis, kemampuan mengoptimalisasikan sumberdaya yang
dikuasai, serta mengambil tindakan dan bermotivasi
tinggi dalam mengambil resiko untuk mencapai tujuan bisnisnya.
Definisi tentang “entrepreneurship” telah menjadi debat
pada kalangan ahli. Karena itu, kita akan menemukan tekanan yang berbeda-beda
antar ahli terhadap konsep ini. Konsep kewirausahaan telah muncul pada awal
tahun 1700-an, atau sudah lebih dari 2 abad lalu. Istilah "entrepreneurship"
datang dari Bahasa Perancis "entreprendre" dan Jerman "unternehmen".
Kedua kata ini dalam Bahasa
Inggris bermakna “to
undertake." Bygrave and Hofer pada tahun 1891 mendefinisikan “entrepreneurial process” sebagai “involving all the functions, activities, and
actions associated with the perceiving of opportunities and the creation of
organizations to pursue them” [1].
Tampak, adanya dua kata kunci yang muncul pada definisi ini, yaitu “kesempatan”
dan “mengorganisasikan”.
Joseph Schumpeter yang kemudian
memperkenalkan konsep modern tentang ‘entrepreneurship’
di tahun 1934, mendefinikannya menjadi: "the
carrying out of new combinations we call `enterprise'," and "the
individuals whose function it is to carry them out we call
`entrepreneurs'" Menurutnya, entrepreneurship
adalah kombinasi dari lima hal mendasar, yaitu: introduksi produk baru,
introduksi metode berproduksi yang baru, membuka pasar, dan pencarian sumber baru tentang sumber daya dan menciptakan suatu
organisasi yang baru.
Peter Drucker (1985)[2]
memberi tekanan bahwa “entrepreneurship is a practice”. Kuncinya
adalah pada “aksi”. Kewirausahaan bukanlah suatu perencanaan tanpa aksi. Kewirausahaan
dimulai dengan aksi, dengan menciptakan organisasi baru. Jika seseorang telah
menciptakan organisasi baru, maka ia telah masuk ke dalam paradigma
kewirausahaan.
Menurut sebagian ahli, pada
intinya, kewirausahaan adalah tentang pola pikir (mindset). Artinya, kewirausahaan bicara tentang motivasi dan
kapasitas individual seorang atau sekelompok orang. Baik mereka yang bebas
maupun dalam satu organisasi usaha, untuk menemukan kesempatan dalam upaya
menciptkan nilai-nilai baru (new value)
atau hasrat untuk sukses secara ekonomi. Ia membutuhkan kreatifitas dan inovasi untuk
masuk dan berkompetisi dalam pasar yang ada, untuk merubah, bahkan menciptakan
suatu pasar yang baru. Jadi, kewirausahaan menyangkut ambisi bisnis dan
strategi. Kewirausahaan dapat terjadi dalam segala bentuk aktifitas usaha, baik
usaha kecil dengan tenaga kerja sendiri ataupun menggunakan tenaga upahan. Ia
diperlukan pada berbagai tahapan perkembangan perusahaan: di awal pendirian
usaha, maupun di tengah proses.
Kewirausahaan bicara tentang
manusia. Yaitu tentang, pilihan dan cara mereka memulai, mengambil alih, dan
menjalankan usaha; atau bagaimana keterlibatannya dalam pembuatan keputusan-keputusan yang strategis. Ciri
umum para usahawan yang sukses adalah mereka memiliki hasrat untuk bebas (desire for independence), menjadi
pengendali (locus of control), kreatif,
berani mengambil resiko, butuh untuk berprestasi (need for achievement), dan model yang mantap. Bagaimanapun, studi juga telah menunjukkan bahwa lebih dari
ciri ini, karakteristik seperti pengalaman managerial, pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan juga penting.
Dalma buku "The Entrepreneurial
Mindset" Rita Gunther McGrath and Ian Macmillan yang populer, ia
mendefinisikan “habitual entrepreneurs”,
yaitu seperangkat kebiasaan yang dibutuhkan bagi seorang wirausaha. Seorang yang memiliki habitual entrepreneurs mampu menemukan
kesempatan ketika orang lain gagal.
Dalam kondisi krisis, ia bereksperimen secara cerdik, selalu fokus
kepada prioritas, dan menjauhkan diri dari spekulasi yang tidak menguntungkan. Ia
mulai dengan percobaan-percobaan kecil, mencoba masuk
kedalam pasar, dan menggunakan pengalaman yang diperolehnya sebagai
modal penting.
Proses kewirausahaan tergantung
kepada tiga hal, yaitu kesempatan, sumber daya, dan tim. Kesempatan sangat
penting, karena “the entrepreneurial
process is opportunity driven”. Kesempatan harus didapatkan, dibentuk, dan
diciptakan. Ia harus dikenali dan dinilai. Yang membedakan seorang optimis
dengan seorang pesimis adalah bagaimana melihat kesempatan. Seorang yang
pesimis adalah mereka yang melihat kesulitan dari kesempatan, sedangkan seorang
yang optimis adalah yang mampu menjadikan kesempatan dari suatu kesulitan[3].
Kesempatan harus dimengerti dalam konteks sebagai permintaan pasar, serapan
pasar, dan analisa struktur dan margin pemasaran.
Apapun akan dilihat sebagai
kesempatan, termasuk “ide” dan “perubahan”. Seorang usahawan umumnya memiliki
banyak ide. Ia menggunakan pertimbangannya untuk membuang hal-hal yang kurang
berpotensi, dan berkosentrasi pada sedikit hal yang memerlukan perbaikan dan
studi. Ia kemudian merefleksikan kecukupan idenya dan kemampuannya untuk
mengimplementasikan. Usahawan akan menstrukturkan antara resiko dan perolehan,
dan membandingkan dengan kesempatan. Untuk “perubahan”, seorang usahawan
berupaya menemukan perubahan, meresponnya, dan menggunakannnya sebagai
kesempatan[4].
Seorang
wirausaha yang sukses mengembangkan
keterampilan untuk merubah suatu ide menjadi
kesempatan. Memang tidak semua ide menjadi kesempatan. Ia disebut “kesempatan”
apabila menarik, bertahan lama (durable),
dapat memberikan pendapatan dan keuntungan yang kontinyu. Jadi, ide hanyalah
alat di tangan seorang usahawan. Yang membedakan apakah itu sebuah “ide” atau
“kesempatan” adalah berapa margin yang akan diperoleh.
Usaha
pada umumnya dijalankan dalam tim (Entrepreneurial team). Seorang
pemimpin berperan besar dalam kesuksesan suatu bisnis baru. Kualitas dan
keberagaman tim penting. Seseorang butuh tim untuk
merealisasikan keinginannya. Ada enam atribut untuk pemimpin agar berhasil,
yaitu: (1) Komitmen dan kejelasan untuk mengatasi hambatan dan and kompensasi untuk yang lemah, (2) Kemampuan kepemimpinan
terutama kontrol dan bagaimana mentransmisikan visi dan keinginannya kepada tim,
(3) Berpikir dalam konteks “market driven”,
dan obsesi untuk mencipta dan mencapainya, (4) Memiliki toleransi yang tinggi
terhadap resiko, mampu memecahkan masalah dan menemukan solusi yang
terintegratif, (5) Beradaptasi terhadap perubahan dan kreatif memecahkan
masalah, dan (6) Memiliki motivasi untuk mencapai yang lebih tinggi.
Sumber
daya merupakan komponen penting untuk memperoleh pencapaian kreatif apapun.
Sumberdaya tersebut adalah berupa sumberdaya manusia, sumbedaya alam, asset
fisik, sumberdaya finansial, pelanggan, pensuplai, dan pengetahuan. Seorang
usahawan akan menjaga sumberdaya yang ada dan berupaya meminimalkan ketergantungan
kepada sumber daya dari luar.
Khusus untuk tim, perlu pengalaman
dan obsesi untuk menemukan kesempatan-kesempatan baru dan cara yang lebih baik
untuk bersaing, serta hasrat yang tinggi untuk mendapatkan usaha-usaha baru.
Sebuah tim yang bagus, lebih penting dibandingkan ide yang bagus [5].
Tentang kultur
kewirausahaan (Entrepreneurial
Culture), ada kaitan yang kuat antara kebudayaan dan lahirnya sifat kewirausahaan. Sebuah
sistem kultur telah berkembang melalui waktu yang panjang, karena itulah aspek
kultur perlu dipahami untuk meningkatkan sifat kewirausahaan pada satu
masyarakat. Dalam konteks ini perlu dipahami bagaimana kecenderungan
kewirausahaan di masyarakat tersebut, bagaimana motivasinya, bagaimana mereka
menilai gagal dan sukses? Juga, pengetahuan dan keterampilan apa yang mereka
butuhkan untuk mempraktekkan kewirausahaan?
Kewirausahaan akan mudah
berkembang pada masyarakat dengan kultur yang memberi peluang dan menghargai perilaku yang bersifat usahawan. Beberapa
faktor penting yang mendorong lahirnya kewirausahaan misalnya adalah kebijakan
pemerintah yang kondusif, riset dan teknologi yang berkembang, kualitas dan
orientasi sistem pendidikan, dan sikap
positif masyarakat untuk menciptakan lingkungan kewirausahaan. Selain itu,
mayarakatnya juga perlu menghargai kaidah-kaidah profesionalisme, mobilitas,
keterbukaan, kedisiplinan dan pencapaian kemajuan teknologi.
Pada dasarnya seorang usahawan
akan menjalankan lima fungsi, yaitu[6]:
(1) memperkenalkan produks atau jasa
baru, atau menggunakan pendekatan baru untuk mengatasi masalah, (2) mengembangkan
dan menerapkan teknologi baru ayang lebih murah atau lebih efisien, (3) menciptakan
pasar dengan memperkenalkan produk baru, jasa baru, dan teknologi baru, (4) membuka
sumber-sumber baru dari sumberdaya yang terbatas atau suatu metode yang lebih
efisien unatuk mengekploitasi sumberdaya yang ada; dan (5) mereorganisasi usaha
yang telah ada dengan manajemen yang inovatif.
Kewirausahaan hendaknya jangan
dipahami hanya sekedar kemampuan membuka usaha sendiri. Namun lebih dari itu,
kewirausahaan haruslah dimaknai sebagai momentum untuk mengubah mentalitas,
pola pikir dan perubahan sosial budaya. Prinsip-prinsip dasar yang ada dalam
kewirausahaan itu, antara lain adalah, bagaimana membangun karakter yang
tangguh, kreatif, inovatif, cerdas, mandiri, produktif dan mampu memanfaatkan
peluang atau sumberdaya yang ada. Karenanya, dengan pengertian yang luas itu,
maka pengembangan budaya kewirausahaan mestinya mencakup lintas bidang, bukan
bisnis atau usaha belaka.
Sayangnya dalam konteks
kewirausahaan-pun konsep yang banyak berkembang adalah konsep yang digulirkan
oleh ilmuwan barat penganut kapitalisme[7].
Menurut mereka, keberhasilan diukur dari pencapaian nilai nominal, indikator
materi atau akumulasi materi yang didapatkan semata. Konsep David Mc Cleland,
misalnya, menyebutkan untuk mencapai prestasi, orang mesti mengoptimalkan kadar
need of achievement setinggi mungkin dan mengorbankan kadar silaturahmi
atau keinginan membangun harmoni sosial (need of affiliation). Padahal
mestinya keinginan untuk mandiri dan itikad untuk mencari solusi atas
problematika yang ada, adalah bagian dalam perjuangan hidup yang bernilai
ibadah.
Seorang usahawan perlu mempunyai tujuan
yang jelas, kemampuan adaptasi (flexibilty),
menciptakan rule of game baru, serta mampu
memaknai perubahan. Kewirausahaan merupakan prinsip, sikap, dan etos. Kewirausahaan
juga erat kaitannya dengan pembaruan, karena ia dapat menjadi agent of change. Dalam konteks ini, maka
perlu dipahami makna tentang daya kejuangan, daya kreativitas, serta sikap
kritis, positif, dan realistis.
Ada empat hal yang harus
diperhatikan dalam mengembangkan usaha, yaitu[8]:
1.
Start. Memulai usaha apa pun bentuknya selalu berisiko
gagal, kesulitan dana, dan sebagainya. Agar sukses diperlukan waktu, kesabaran,
dan kesiapan.
2.
Simple. Untuk memulai usaha tidak perlu sampai semuanya ada.
Manfaatkan yang ada dan lengkapi sambil berjalan.
3.
Self. Memulai usaha sering kali perlu bantuan orang lain,
seperti dari keluarga, teman, atau bank. Sebelum mendapat dukungan orang lain,
kita harus mulai dari diri sendiri. Kita harus yakin bahwa kita akan sukses.
4.
Satisfy. Modal utama dari sebuah usaha adalah rasa senang,
yaitu senang dan cinta terhadap bisnis yang dikerjakan.
Tingkat kewirausahaan seseorang
dapat diukur. Berbagai variabel yang
dipakai untuk menentukan skor dan sikap kewirausahaan misalnya adaah: sikap mandiri, keberanian mengambil resiko, ketekunan
dan kerja keras, sikap terhadap waktu, keyakinan
akan masa depan usaha, ketabahan menghadapi tantangan, sikap dalam menghadapi masalah,
kejelasan target dan sasaran usaha, pandangan terhadap ketidakpastian, kebebasan
mengambil keputusan, pengembangan usaha, dan peran dalam pengelolaan usaha. Dari
uraian di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa, beberapa kata kunci
yang dapat dicatat dalam membicarakan “kewirausahaan” adalah: ide, pola pikir, perubahan,
kesempatan, organisasi dan mengorganisasikan, kebutuhan (necessity), dan aksi.
*****
[1] “Entrepreneurship
Concepts and Cases”. (http://www.icfaipress.org/books/Entrepreneurship., 5 April 2005 ).
[2] http://www.icfaipress.org/books/Entrepreneurship.,
5 April 2005 .
[3] Sebagaimana
diungkapkan Harry Truman: “a pessimist is
one who makes difficulties of his opportunities and an optimist is one who
makes opportunities of his difficulties".
[4] Ungkapan Peter
Drucker yang terkenal adalah: "The
entrepreneur always searches for change, responds to it, and exploits it as an
opportunity".
[5] "An `A' team with a `B' idea is better
than a `B' team with an `A' idea".
[6] Calvin A. Kent
and Francis W. Rushing. “Coverage of Entrepreneurship in Principles of
Economics Textbooks: An Update”. (http://www.indiana.edu.,
5 April 2005).
[7] “Pemuda
dan Kewirausahaan”. Harian Republika, 8 Desember 2004. (http://www.republika.co.id.,
5 April 2005 ).
[8] Menurut Mike
Rini, seorang konsultan Biro Perencana Keuangan Safir Senduk. “Kewirausahaan:
Sukses Memulai Usaha Sendiri”. Harian Republika, 3 Nopember 2004. (http://www.republika.co.id.,
5 April 2005 ).