Pada prinsipnya, liberalisme berupaya
mewujudkan free trade dan free market, yang dipercaya akan
menghasilkan kemakmuran dan perdamaian, melalui perdagangan antar negara,
investasi asing, dan bantuan asing, dengan menjalankan prinsip laissez faire. Namun perjalanan sejarah
membutikan, dalam masyarakat indutri telah terjadi ketimpangan kesejahteraan
dan kekuasaan. Artinya, liberalisme diragukan kemampuannya untuk memberi
kesejahteraan bagi semua orang. Itulah alasannya kenapa liberalisme pada abad
ke 20 menghadirkan negara dalam mencapai kesejahteraan, sehingga melahirkan konsep
negara kesejahteraan (welfare state) [4].
Faktanya, di abad ke 20, negara berperan besar dalam menata kapitalisme dan
membangun negara kejahteraan.
Ini sejalan dengan pandangan kelompok
“liberal reformis” yang demi alasan moral (kesejahteraan, kesetaraan, dan keadilan
sosial) membolehkan pemerintah campur tangan, dan mendukung welfare state. Warga perlu dilindungi
dari free fight capitalism, karena
pasar hanya berpihak kepada yang kuat.
Setidaknya ada dua kubu pengkritik liberalisme.
Kalangan Marxis misalnya, tidak percaya kapitalisme internasional akan
menciptakan distribusi kesejahteraan yang adil. Kritik lain datang dari Teori
Strukturalis, yang melihat bahwa struktur pasar internasional telah melanggengkan
keterbelakangan dan ketergantungan. Menurut Gunnar Myrdal, pasar global tidak
akan netral. Pasar bukan mesin pertumbuhan, namun hanya akan memperlebar
kesenjangan. Yang dikhawatirkan mereka adalah timbulnya free fight liberalisme, , yang merupakan eksploitasi terhadap
manusia dan penghisapan terhadap yang lemah.
Bagi sebagian orang, neoliberalisme adalah
jelmaan kapitalisme dalam bentuk yang paling radikal. Doktrinnya adalah
transaksi merupakan satu-satunya cara relasi antar manusia. Karena itu, akibat
transaksi harus ditanggung individu, bukan masalah sosial. IMF misalnya
menggunakan tiga resep penting yang disebarkan kemana-mana yaitu: privatisasi,
deregulasi, dan liberalisasi. Pada akhirnya, pemimpin negara hanya menjadi
penjaga bagi kepentingan pengusaha. Dan dalam konteks kultural, neoliberal juga
telah mengarahkan bahasa, sosial politik, pola belanja, dan peran media dalam
hegemoni nilai tukar. Ia telah menempatkan semua institusi di bawah sistem dan
kultur pasar.
Globalisasi
sesungguhnya dilandaskan pada “neoliberalisme.” Penganut neoliberalisme percaya
bahwa pertumbuhan ekonomi akan dicapai optimal melalui “kompetisi bebas” dalam “pasar
bebas” yang diyakini akan lebih efisien. Pemerintah tidak usah ikut campur, dan
serahkan saja semua pada mekanisme dan
hukum pasar. Liberalisme mengusung kapitalisme. Kapitalisme memerlukan strategi
baru untuk mempercepat pertumbuhan dan akumulasi kapital. Strategi yang
ditempuh adalah menyingkirkan segenap rintangan investasi dan pasar bebas,
dengan memberlakukan perlindungan hak milik intelektual, good governance,
penghapusan subsidi dan program proteksi rakyat, deregulasi, penguatan civil
society, program anti-korupsi, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan suatu
tatanan perdagangan global, dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan.
Dengan demikian globalisasi pada dasarnya perpijak pada kebangkitan kembali
paham liberalisme, atau tepatnya “neoliberalisme”.
Ciri
yang paling pokok dari neoliberalisme adalah kebijakan pasar bebas. Aturan
dasarnya adalah: “Liberalisasikan semua perdagangan dan keuangan,” “Biarkan
pasar menentukan harga,” “Akhiri inflasi, stabilisasi ekonomi-makro, dan
privatisasi,” “Pemerintah harus menyingkir dari menghalangi jalan.” Paham ini
lalu mengglobal sehingga lalu berwujud menjadi “konsesus” yang dikenal dengan
“Globalisasi”. Arsiteknya adalah “The Neo-Liberal Washington Consensus” yang merupakan
kesepakatan dari perusahaan-perusahaan besar transnasional. Neoliberal menginginkan
bebasnya perusahaan swasta dari campur tangan pemerintah, menghentikan subsidi
kepada rakyat karena bertentangan dengan prinsip persaingan bebas, menghapuskan
ideologi ”kesejahteraan bersama” dan pemilikan komunal seperti yang dianut
masyarakat “tradisional” karena menghalangi pertumbuhan.
*****
[1] F. A. Hayek. “Liberalism”. (http://www.angelfire.com/rebellion/oldwhig4ever,
11 April 2005 ).
[2] “Encyclopedia”. Columbia University
Press. (http://www.answers.com/topic/liberalism.,
13 mei 2005).
[5] http://www.answers.com/topic/liberalism.,
13 mei 2005.