Dalam makna
ekonomi, sistem ekonomi kapitalis didasarkan atas kepemilikan individual atas
alat-alat produksi, dimana keuntungan personal diperoleh melalui investasi
kapital dan memperkerjakan tenaga kerja. Kapitalisme lahir di atas konsep free enterprise, yang membatasi
pemerintah di bidang ekonomi, dan pasar bebas diyakini akan memberi kesejahteraan
maksimum pada konsumen. Prinsip ini didasarkan atas pemikiran Adam Smith's,
khususnya pada pemikirannya dalam “The
Wealth of Nations” tahun 1776, sebagai kritik terhadap teori merkantilisme
sebelumnya.
Teori tentang kapitalisme
dikembangkan di sepanjang abad ke 18, 19 dan 20. Karena itu, konsep kapitalisme
relevan ketika kita membicarakan banyak hal mulai dari revolusi industri,
imprealisme Eropa, The Great Depression, maupun Perang Dingin. Ia diyakini
bertanggung jawab terhadap lahirnya seluruh fenomena tersebut.
Secara etimologi, kata “capital” merujuk ke dalam dunia
perdagangan dan pemilikan hewan piaraan. “Capitalis”
dalam bahasa Latin berakar dari “kaput”
yang bermakna “kepala”, untuk mengukur tingkat kesejahteraan seseorang. Semakin
banyak orang memiliki sapi, semakin baik. Kata "capitalism" pertama digunakan di Inggris oleh Thackeray tahun 1854, dengan makna sebagai kepemilikan kapital. Tahun 1867, Proudhon menggunakan istilah "capitalist" untuk merefer kepada orang yang memiliki
kapital. Lalu, Marx dan Engels menggunakannya
untuk "Capitalist production
system" dan dalam Das Kapital ia menggunakan kata "Kapitalist". Pada awal abad ke 20, istilah kapitalisme
semakin berkembang, terutama karena buku Max Weber “The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism” yang
terbit tahun 1904.
Konsep
kapitalisme telah berubah dari waktu ke waktu tergantung kepada perspektif
politik dan pendekatan analisis yang digunakan. Dalam membicarakan kapitalisme,
Adam Smith memfokuskan kepada konsep “the
invisible hand". Sementara bagi pendukung pasar bebas mereka menekankan
kepada peran pasar bebas yang diyakini akan menigkatkan kerjasama antara
individu, menghasilkan inovasi, pertumbuhan ekonomi dan juga kebebasan (liberty). Bagi Karl Marx, kapitalisme didefinisikan sebagai penciptaan pasar
tenaga kerja dimana sebagian besar orang menjual tenaganya agar dapat hidup,
dan terkonsentrasinya alat produski pada sedikit orang. Bagi sebagian ahli
lain, kapitalisme hanyalah nama lain untuk ekonomi pasar (market economy).
Meskipun banyak yang tidak sejalan,
namun disepakati bahwa struktur ekonomi kapitalis ditandai oleh gejala-gejala
berupa berkembangnya sektor swasta (private sector), diakuinya hak kepemilikan (property rights), pertumbuhan ekonomi, mobilitas ekonomi,
ketidakseimbangan distribusi kesejahteraan, meningkatnya kompetisi, berkembangnya jaringan
usahawan, dan eksistensi pasar bebas misalnya berupa pasar tenaga kerja. Seluruh
gejala ini merupakan karakteristik dari kapitalisme, apapun definisi yang
digunakan.
Dalam
konteks philosophical political secara
luas, kapitalisme merupakan suatu sistem sosial yang didasarkan kepada prinsip pengakuan
hak, termasuk hak pemilikan, dimana semua kepemilikan adalah milik pribadi (privately owned)[2].
Secara politik, ia bermakna sebagai suatu kebebasan. Namun dalam konteks
ekonomi secara sempit ia mewujud sebagai free
market, dimana negara terpisah dari sistem ekonomi sebagaimana negara
terpisah dari agama. Kapitalisme adalah sistem laissez faire.
Kapitalisme adalah juga sebuah doktrin
rasional yang didasarkan kepada pemahaman manusia dan masyarakat dalam konteks
ekonomi, politik, dan moralitas yang ditemukan selaras dalam keharmonisan satu
sama lainnya[5]. Rasionalitasnya
terlihat dari sikapnya untuk mengejar keuntungan, dan selalu memperbaharui
keuntungan, dengan alat-alat yang kontinyu, rasional, dan perusahaan yang
kapitalistik[6]. Jadi,
dalam dunia kapitalis, semua harus untung, jika tidak akan tersingkir.
Kapitalisme modern dicirikan oleh organisasi indutri yang rasional, memisahkan
urusan bisnis dengan rumah tangga, dan pembukuan yang juga rasional.
Kapitalisme dapat eksis dalam bentuk yang tradisional, karena ruh kewirausahaan
pun dapat hidup dalam kondisi tersebut.
Kapitalisme disayang namun juga
dibenci. Bagi mereka yang pro kapitalisme (Pro-Capitalist),
senjangnya distribusi kesejahteraan yang sering dikritik orang, dianggap kurang
penting karena bagaimanapun kaum miskin telah hidup lebih baik di bawah
kapitalisme. Menurut mereka, munculnya kemiskinan di satu masyarakat justeru
karena rendahnya semangat kapitalisme mereka, atau karena kapitalisme tidak
diterapkan secara sempurna.
Sebaliknya pihak yang Anti-Capitalist
melihat bahwa para kapitalis telah mengumpulkan kesejahteraan dengan
mengekploitasi pekerja. Ia merekrut tenaga kerja bukan karena ingin
mensejahterakan mereka, namun karena untuk menjalankan perusahaannya memang
harus menggunakan tenaga kerja manusia. Fakta lain yang dijadikan bahan untuk
mengkritik kapitalisme adalah bahwa kesejahteraan tidak diperoleh oleh semua
orang. Distribusi kesejahteraan yang timpang
adalah bukti kecacatan atau hasil immoral kapitalisme. Orang kaya tidak melulu menginvestasikan
kekayaan mereka ke penggunaan yang produktif, namun adakalanya hanya untuk
sekedar menghalangi akses orang lain saja. Ini terjadi misalnya pada orang-orang
yang membeli tanah bukan untuk diusahakan, namun untuk dijual lagi jika harga
sudah naik.
*****
[1] http://www.answers.com/capitalism.,
13 Mei 2005.
[2] http://www.capitalism.org.,
8 April 2004 .
[3] Yaitu “The
Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism”, yang merupakan 2 artikel
panjang tahun 1904 dan 1905 (dalam Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme dan
Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber.
UI Press. xxii+320 hal. Judul asli: Capitalism
and Modern Social Tehroy: an Analysis of Writing of Marx, Durkheim, and Max
Weber.Hal. 153-4)
[5] Edward W. Younkins. “Toward a Conceptual
Framework for Capitalism”. (http://usabig.com/autonomist/articles/conceptcapitalism.html.
11 Mei 2005).
[6] Max Weber. “Basic Terms:
The Fundamental Concepts of Sociology. The Protestant Ethic
and the Spirit of Capitalism”. (http://ssr1.uchicago.edu/PRELIMS/Theory/weber.html.,
11 Mei 2005).
[7] Perlawanan terhadap kapitalisme, misalnya
datang dari organisasi Konfederasi Internasional Pekerja Bebas (International Confederation of Free Trade Unions
= ICFTU) yang didirikan tahun 1949. Organisasi ini memiliki 225 organisasi
di 148 negara, dengan anggota 157 juta pekerja. Salah satu aktifitas yang
pernah dilakukan adalah memboikot kepada pemerintahan diktator Myanmar .
[8] Kunio, Yoshihara. 1990. Kapitalisme Semu Asia Tenggara. Judul asli: The Rise of Ersatz Capitalism in South-East Asia. LP3ES. 366
halaman.