Jumat, 22 Agustus 2008

Advokasi

Pada mulanya, istilah “advokasi” merupakan salah satu aktifitas khas dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Government Organization (NGO). Pada perkembangannya kemudian, advokasi juga dilakukan oleh kalangan lain di luar LSM, misalnya perguruan tinggi dan kesatuan-kesatuan masyarakat lokal.
Advokasi adalah “…..a strategy that is used around the world by non-governmental organizations (NGOs), activists, and even policy makers themselves, to influence policies”. Pada prinsipnya, advokasi adalah suatu proses yang bersifat strategis dan mengarahkan berbagai kegiatan yang dirancang dengan cermat kepada berbagai kelompok kepentingan (stakeholders) dan pembuat kebijakan. Perjuangan advokasi diarahkan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan kebijakan baik berupa undang-undang, peraturan, program, ataupun sistem anggaran yang merupakan wewenang di tingkat tertinggi berbagai institusi pemerintah, publik, maupun swasta. Pemerintah merupakan institusi yang paling sering dituju dalam suatu advokasi, karena ia merupakan lembaga tertinggi dan sekaligus memiliki kekuasaan terkuat secara ekonomi dan politik.
Makna paling pokok dari advokasi adalah “pembelaan”. Jika kita telusuri melalui kamus, akan ditemukan bahwa   “advocacy” adalah sebuah kata benda yang identik dengan “support” (=dukungan atau pembelaan)[1]. Lengkapnya adalah: suatu bentuk  pendukungan yang aktif; terutama berupa tindakan membela atau membantah terhadap sesuatu hal (biasanya kebijakan pemerintah),  seperti suatu penyebab masalah, gagasan, atau kebijakan[2].  Dalam kamus, kata “advocacy” sinonim dengan advancement, aid, assistance, backing, campaigning for, championing, defense, encouragement, justification, promotion, promulgation, propagation, proposal, recommendation, upholding, dan urging.
Advokasi merupakan seni untuk mempengaruhi orang per orang, atau pengambil kebijakan secara kolektif, atau penentu kebijakan; untuk mempengaruhi perubahan yang positif dalam satu isu atau situasi.  Tujuan akhirnya adalah perubahan kebijakan itu sendiri. Untuk itu isu perlu diidentifikasi secara spesifik, sehingga aksi bisa dirancang secara sistematis.
Gerakan advokasi penting setidaknya untuk tiga hal, yaitu (1) menciptakan kebijakan baru ketika dibutuhkan namun belum ada, (2) mereformasi kebijakan yang telah ada namun dinilai atau berpotensi merugikan, berbahaya, dan tidak efektif, serta (3) menjamin bahwa kebijakan yang baik akan diimplementasikan dan didukung secara cukup. Tampak, bahwa aspek yang paling pokok disini adalah masalah perubahan kebijakan (policy change).
Lebih jauh, advokasi dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan, khususnya ketika diyakini bahwa otoritas untuk tercapainya kesejahteraan tersebut berada di tangan para pembuatan kebijakan  yang berada di atas level rumah tangga. Secara lebih luas, advokasi adalah sebuah strategi untuk melengkapai usaha-usaha memperkuat kapasitas kemandirian (capacity for self-help) masyarakat, memberikan bantuan dan dukungan dalam kondisi khusus, dan penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuknya.
Advokasi pada umumnya terkait dengan masalah hukum dan keadilan. Namun turunannya dapat menjadi berbagai permasalahan umum, misalnya berupa masalah kesehatan masyarakat, kekerasan terhadap wanita, ketidakadilan pada kelompok minoritas,  pendidikan, masalah kaum muda, lingkungan, ekonomi, serta pengembangan komunitas dan hak-hak masyarakat adat.
Advokasi berupaya mempengaruhi pengambil kebijakan, yang membuat hukum dan peraturan, mendistribusikan sumber daya, dan berbagai keputusan lain yang mempengaruhi hidup masyarakat. Tujuan utama advokasi adalah untuk menghasilkan kebijakan, mereformasi kebijakan, dan menjamin suatu kebijakan diimplementasikan. Pembuat kebijaksanaan adalah para pejabat atau mereka yang mempunyai kuasa politis formal, tetapi dapat juga berupa para pemimpin di sektor swasta  yang keputusan dan perilakunya  akan mempengaruhi masyarakat.
Untuk mendefinisikan apa itu advokasi dengan baik, maka dapat dengan memahami beberapa ide kuncinya[3].  Pertama, advokasi adalah tentang kegiatan mempengaruhi (influencing). Yaitu mempengaruhi kebijakan politik. Sebagian orang pada awalnya mungkin memaknai advokasi sebagai tindakan konfrontasi dan melawan pemerintah; padahal bukan. Ia bukanlah semata-mata konfrontasi. Ada banyak pendekatan yang dapat dipilih, misalnya pendekatan publik atau khusus, dengan kerjasama (engagement) atau bahkan konfrontasi, atau berkoalisi dengan pihak lain.
Kedua, advokasi adalah proses yang disengaja dan menyertakan tindakan yang disengaja. Karena itu, sebelum mengimplementasikan strategi advokasi harus jelas siapa yang dituju untuk dipengaruhi dan apa kebijakan yang ingin dirubah. Advocay is the deliberate process of influencing those who make policy decisions.
Ketiga, sesungguhnya pembuat kebijakan (pemerintah, swasta, dan lain-lain) dapat melakukan berbagai bentuk keputusan. Yang perlu diingat adalah bahwa pembuat kebijakan adalah juga manusia secara individual, tidak semata-mata sebuah lembaga, meskipun ia representasi dari lembaganya. Advokasi berupaya mempengaruhi sikap, pengetahuan, dan tindakan individu-individu dari mereka yang menyusun hukum dan peraturan, mereka yang mendistribusikan sumberdaya, dan yang memiliki otoritas untuk mempengaruhi kesejahteraan orang banyak. Maka, advokasi berisi tentang pengiriman pesan kepada mereka tersebut, dan berbagai upaya untuk mempengaruhi mereka.
Apa yang bukan merupakan advokasi? Jika orang bicara advokasi, itu artinya ia tidak sedang bicara tentang “penyuluhan”. Dalam penyuluhan objeknya adalah rumah-rumah tangga, yang diupayakan untuk dirubah perilakunya dalam  bertani atau kesehatan. Yang paling berbeda dengan advokasi adalah, karena penyuluhan didesain untuk mempengaruhi keputusan di level individual dan rumah tangga, bukan keputusan di level pengambil kebijakan (policy makers) yang mempengaruhi rumah tangga tadi.
Advokasi juga bukan kampanye publik untuk merubah praktek-praktek yang khusus, misalnya bagaimana memasyarakatkan penggunaan kondom. Advokasi memang juga mempengaruhi publik untuk merubah cara pandangnya terhadap suatu kebijakan. Kampanye advokasi untuk masalah AIDS dapat dengan mempromosikan dan meminta dukungan dana untuk program penaggulangan AIDS atau kebijakan yang lebih manusiawi untuk mereka yang menderita AIDS.
Mengapa perlu advokasi? Karena faktanya, kebijakan yang dibuat pemerintah memang memberi pengaruh yang nyata kepada kehidupan banyak orang. Policy makers greatly influence the livelihoods of the poor through their decisions and actions [4]. Untuk masalah kemiskinan misalnya, diperlukan kebijakan yang inovatif, karena dengan pendekatan “normal” hasil yang diperoleh kurang efektif. Kebijakan yang tidak segmentatif pada akhirnya lebih banyak dinikmati oleh mereka yang tidak miskin.
Advokasi dapat menjadi alat yang sangat berguna. Ia sangat membantu untuk pekerjaan-pekerjaan pemberian jasa pelayanan kepada masyarakat, capacity building, dan bantuan teknik untuk mendukung peningkatan hidup rumah tangga dan komunitas miskin, untuk penghilangan diskriminasi, dan mencegah  penderitaan dan kematian-kematian yang sia-sia. Namun, advokasi dapat dimulai dengan sebelumnya mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku individual dan rumah tangga. Program keamanan pendapatan (livelihood security) misalnya, akan berjalan apabila menggunakan pendekatan yang holistik dengan mempertimbangkan berbagai pelaku baik di sektor swasta maupun publik yang berkontribusi kepada masalah tersebut. Hasil yang nyata akan terasa apabila kita dapat mempengaruhi kebijakan dan program dari institusi yang kuat (powerful institutions).
Dalam kegiatan advokasi dibicarakan apa yang menjadi dasar suatu kebijakan, bagaimana mendukung perubahan kebijakan secara berkelanjutan, dan mendiskusikan strategi untuk mempromosikan kebijakan dan perubahan sistem. Perlu diperhatikan bagaimana merencanaan strategi advokasi secara baik, juga pengembangan kepemimpinan, menyusun agenda advokasi, dan strategi baru untuk mendukung diri anda dan pekerjaan tersebut. Dalam advokasi perlu diperkuat kapasitas kepemimpinan, dan kemampuan mengembangkan jaringan untuk menghasilakan keadilan sosial (social justice). Adalah penting merencanakan langkah awal (preliminary steps) dan mengembangkan inisiatif untuk advokasi, sebelum sampai kepada pengembangan strategi advokasi, pengembangan pesan (developing messages), menjalin network, dan mengembangkan taktik advokasi [5].
Agar sistematis, maka langkah-langkah aksi perlu dijalankan dengan baik dan berurutan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam advokasi adalah[6]: (1) merumuskan isu, (2) merumuskan tujuan jangka panjang dan tujuan-tujuan strategis, (3) menentukan sasaran advokasi, (4) membangun dukungan, (5) mengembangkan isu atau pesan, (6) memilih saluran-saluran komunikasi, (7) menggalang dana, (8) implementasi, (9) pengumpulan data, serta (10) monitoring dan evaluasi.
Demonstrasi, sebagai salah bentuk advokasi, merupakan salah satu cara menyampaikan kehendak atau tuntutan walau keefektifannya sangat bervariasi. Namun, dalam advokasi sesungguhnya tekanannya lebih diutamakan kepada pengorganisasian gerakan secara baik, sehingga menjadi efektif. Demontrasi secara terbuka hanyalah salah satu opsi metode yang dapat digunakan.
Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mempengaruh keputusan dari pembuat kebijaksanaan, misalnya adalah dengan mendiskusikan permasalahan secara langsung dengan mereka, menulis di media, atau memperkuat kemampuan organisasi lokal untuk mendukung. Advokasi merupakan satu pilihan sebagai strategi program untuk mengurangi kemiskinan. Ia cocok ketika kita memang ingin mempengaruhi kebijakan yang menjadi sumber dari terjadinya kemiskinan dan diskriminasi tersebut.
Advokasi biasanya dimulai dengan membangun pengikut (constituencies), yaitu  sekelompok pendukung yang diorganisasikan yang mendukung ide advokasi. Karena advokasi berada di ranah publik (public domain), maka kita harus mempertimbangkan bagaimana cara pandang masyarakat setempat, dan memahami bagaimana keputusan dibuat dalam konteks yang khas. Agar efektif, penggagas advokasi juga harus paham bagaimana menseleksi isu advokasi, paham struktur dan kultur masyarakat setempat, dan paham pula bagaimana  cara kerja lembaga politik setempat.

*****




[1] Roget's New Millennium™ Thesaurus, First Edition (v 1.1.1) Copyright © 2005 by Lexico Publishing Group, LLC. All rights reserved.
[2] “The act of pleading or arguing in favor of something, such as a cause, idea, or policy; active support”. (Dalam: The American Heritage® Dictionary of the English Language, Fourth Edition Copyright © 2000 by Houghton Mifflin Company. Published by Houghton Mifflin Company. All rights reserved).
[3] Sprechmann, Sofia dan Emily Pelton. 2001. Advocacy Tools and Guidelines: Promoting Policy Change. January 2001. A Resource Manual for CARE Program Managers (www.careusa.org/getinvolved/advocacy /tools/english_01.pdf8 April 2005).
[4] Sprechmann, Sofia dan Emily Pelton. 2001.
[5] Sprechmann, Sofia dan Emily Pelton. 2001.
[6] Kirana, Chandra.  2000. Perencanaan Strategi Komunikasi Advokasi: Manual untuk Fasilitator. Adaptasi dari buku “Networking for Policy Change: an advocacy training manual” oleh The Policy Project.