Jumat, 22 Agustus 2008

Kewirausahaan

Kewirausahaan berasal dari istilah Bahasa Inggris “entrepreneurship”. Sebagian orang menerjemahkan menjadi “kewiraswastaan”. Sedangkan untuk “entrepreneur” diindonesiakan menjadi “pengusaha” atau “usahawan”. Secara umum, kewirausahaan adalah kemampuan untuk melihat dan menilai peluang-peluang bisnis, kemampuan mengoptimalisasikan sumberdaya yang dikuasai,  serta mengambil tindakan dan bermotivasi tinggi dalam mengambil resiko untuk mencapai tujuan bisnisnya.
Definisi tentang “entrepreneurship” telah menjadi debat pada kalangan ahli. Karena itu, kita akan menemukan tekanan yang berbeda-beda antar ahli terhadap konsep ini. Konsep kewirausahaan telah muncul pada awal tahun 1700-an, atau sudah lebih dari 2 abad lalu.  Istilah "entrepreneurship" datang dari Bahasa Perancis "entreprendre" dan Jerman "unternehmen". Kedua kata ini dalam Bahasa Inggris bermaknato undertake." Bygrave and Hofer pada tahun 1891 mendefinisikan “entrepreneurial process” sebagai “involving all the functions, activities, and actions associated with the perceiving of opportunities and the creation of organizations to pursue them” [1]. Tampak, adanya dua kata kunci yang muncul pada definisi ini, yaitu “kesempatan” dan “mengorganisasikan”.
Joseph Schumpeter yang kemudian memperkenalkan konsep modern tentang ‘entrepreneurship’ di tahun 1934, mendefinikannya menjadi: "the carrying out of new combinations we call `enterprise'," and "the individuals whose function it is to carry them out we call `entrepreneurs'" Menurutnya, entrepreneurship adalah kombinasi dari lima hal mendasar, yaitu: introduksi produk baru, introduksi metode berproduksi yang baru, membuka pasar, dan pencarian sumber baru tentang sumber daya dan menciptakan suatu organisasi yang baru.
Peter Drucker (1985)[2] memberi tekanan bahwa  “entrepreneurship is a practice”. Kuncinya adalah pada “aksi”. Kewirausahaan bukanlah suatu perencanaan tanpa aksi. Kewirausahaan dimulai dengan aksi, dengan menciptakan organisasi baru. Jika seseorang telah menciptakan organisasi baru, maka ia telah masuk ke dalam paradigma kewirausahaan.
Menurut sebagian ahli, pada intinya, kewirausahaan adalah tentang pola pikir (mindset). Artinya, kewirausahaan bicara tentang motivasi dan kapasitas individual seorang atau sekelompok orang. Baik mereka yang bebas maupun dalam satu organisasi usaha, untuk menemukan kesempatan dalam upaya menciptkan nilai-nilai baru (new value) atau hasrat untuk sukses secara ekonomi.  Ia membutuhkan kreatifitas dan inovasi untuk masuk dan berkompetisi dalam pasar yang ada, untuk merubah, bahkan menciptakan suatu pasar yang baru. Jadi, kewirausahaan menyangkut ambisi bisnis dan strategi. Kewirausahaan dapat terjadi dalam segala bentuk aktifitas usaha, baik usaha kecil dengan tenaga kerja sendiri ataupun menggunakan tenaga upahan. Ia diperlukan pada berbagai tahapan perkembangan perusahaan: di awal pendirian usaha, maupun di tengah proses.
Kewirausahaan bicara tentang manusia. Yaitu tentang, pilihan dan cara mereka memulai, mengambil alih, dan menjalankan usaha; atau bagaimana keterlibatannya dalam  pembuatan keputusan-keputusan yang strategis. Ciri umum para usahawan yang sukses adalah mereka memiliki hasrat untuk bebas (desire for independence), menjadi pengendali (locus of control), kreatif, berani mengambil resiko, butuh untuk berprestasi (need for achievement), dan model yang mantap. Bagaimanapun, studi juga telah menunjukkan bahwa lebih dari ciri ini, karakteristik seperti pengalaman managerial, pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan juga penting.
Dalma buku "The Entrepreneurial Mindset" Rita Gunther McGrath and Ian Macmillan yang populer, ia mendefinisikan “habitual entrepreneurs”, yaitu seperangkat kebiasaan yang dibutuhkan  bagi seorang wirausaha. Seorang yang memiliki habitual entrepreneurs mampu menemukan kesempatan ketika orang lain gagal.  Dalam kondisi krisis, ia bereksperimen secara cerdik, selalu fokus kepada prioritas, dan menjauhkan diri dari spekulasi yang tidak menguntungkan. Ia mulai dengan percobaan-percobaan kecil, mencoba masuk kedalam pasar, dan menggunakan pengalaman yang diperolehnya sebagai modal penting.
Proses kewirausahaan tergantung kepada tiga hal, yaitu kesempatan, sumber daya, dan tim. Kesempatan sangat penting, karena “the entrepreneurial process is opportunity driven”. Kesempatan harus didapatkan, dibentuk, dan diciptakan. Ia harus dikenali dan dinilai. Yang membedakan seorang optimis dengan seorang pesimis adalah bagaimana melihat kesempatan. Seorang yang pesimis adalah mereka yang melihat kesulitan dari kesempatan, sedangkan seorang yang optimis adalah yang mampu menjadikan kesempatan dari suatu kesulitan[3]. Kesempatan harus dimengerti dalam konteks sebagai permintaan pasar, serapan pasar, dan analisa struktur dan margin pemasaran.
Apapun akan dilihat sebagai kesempatan, termasuk “ide” dan “perubahan”. Seorang usahawan umumnya memiliki banyak ide. Ia menggunakan pertimbangannya untuk membuang hal-hal yang kurang berpotensi, dan berkosentrasi pada sedikit hal yang memerlukan perbaikan dan studi. Ia kemudian merefleksikan kecukupan idenya dan kemampuannya untuk mengimplementasikan. Usahawan akan menstrukturkan antara resiko dan perolehan, dan membandingkan dengan kesempatan. Untuk “perubahan”,  seorang usahawan berupaya menemukan perubahan, meresponnya, dan menggunakannnya sebagai kesempatan[4]
Seorang wirausaha yang sukses mengembangkan keterampilan untuk merubah suatu ide menjadi kesempatan. Memang tidak semua ide menjadi kesempatan. Ia disebut “kesempatan” apabila menarik, bertahan lama (durable), dapat memberikan pendapatan dan keuntungan yang kontinyu. Jadi, ide hanyalah alat di tangan seorang usahawan. Yang membedakan apakah itu sebuah “ide” atau “kesempatan” adalah berapa margin yang akan diperoleh.
Usaha pada umumnya dijalankan dalam tim (Entrepreneurial team). Seorang pemimpin berperan besar dalam kesuksesan suatu bisnis baru. Kualitas dan keberagaman tim penting. Seseorang butuh tim untuk merealisasikan keinginannya. Ada enam atribut untuk pemimpin agar berhasil, yaitu: (1) Komitmen dan kejelasan untuk mengatasi hambatan dan and kompensasi  untuk yang lemah, (2) Kemampuan kepemimpinan terutama kontrol dan bagaimana mentransmisikan visi dan keinginannya kepada tim, (3) Berpikir dalam konteks “market driven”, dan obsesi untuk mencipta dan mencapainya, (4) Memiliki toleransi yang tinggi terhadap resiko, mampu memecahkan masalah dan menemukan solusi yang terintegratif, (5) Beradaptasi terhadap perubahan dan kreatif memecahkan masalah, dan (6) Memiliki motivasi untuk mencapai yang lebih tinggi.
Sumber daya merupakan komponen penting untuk memperoleh pencapaian kreatif apapun. Sumberdaya tersebut adalah berupa sumberdaya manusia, sumbedaya alam, asset fisik, sumberdaya finansial, pelanggan, pensuplai, dan pengetahuan. Seorang usahawan akan menjaga sumberdaya yang ada dan berupaya meminimalkan ketergantungan kepada sumber daya dari luar. 
Khusus untuk tim, perlu pengalaman dan obsesi untuk menemukan kesempatan-kesempatan baru dan cara yang lebih baik untuk bersaing, serta hasrat yang tinggi untuk mendapatkan usaha-usaha baru. Sebuah tim yang bagus, lebih penting dibandingkan ide yang bagus [5].
Tentang kultur kewirausahaan (Entrepreneurial Culture), ada kaitan yang kuat antara  kebudayaan dan lahirnya sifat kewirausahaan. Sebuah sistem kultur telah berkembang melalui waktu yang panjang, karena itulah aspek kultur perlu dipahami untuk meningkatkan sifat kewirausahaan pada satu masyarakat. Dalam konteks ini perlu dipahami bagaimana kecenderungan kewirausahaan di masyarakat tersebut, bagaimana motivasinya, bagaimana mereka menilai gagal dan sukses? Juga, pengetahuan dan keterampilan apa yang mereka butuhkan untuk mempraktekkan kewirausahaan?
Kewirausahaan akan mudah berkembang pada masyarakat dengan kultur yang memberi peluang dan menghargai perilaku yang bersifat usahawan. Beberapa faktor penting yang mendorong lahirnya kewirausahaan misalnya adalah kebijakan pemerintah yang kondusif, riset dan teknologi yang berkembang, kualitas dan orientasi sistem pendidikan, dan  sikap positif masyarakat untuk menciptakan lingkungan kewirausahaan. Selain itu, mayarakatnya juga perlu menghargai kaidah-kaidah profesionalisme, mobilitas, keterbukaan, kedisiplinan dan pencapaian kemajuan teknologi.
Pada dasarnya seorang usahawan akan menjalankan  lima fungsi, yaitu[6]:  (1) memperkenalkan produks atau jasa baru, atau menggunakan pendekatan baru untuk mengatasi masalah, (2) mengembangkan dan menerapkan teknologi baru ayang lebih murah atau lebih efisien, (3) menciptakan pasar dengan memperkenalkan produk baru, jasa baru, dan teknologi baru, (4) membuka sumber-sumber baru dari sumberdaya yang terbatas atau suatu metode yang lebih efisien unatuk mengekploitasi sumberdaya yang ada; dan (5) mereorganisasi usaha yang telah ada dengan manajemen yang inovatif.
Kewirausahaan hendaknya jangan dipahami hanya sekedar kemampuan membuka usaha sendiri. Namun lebih dari itu, kewirausahaan haruslah dimaknai sebagai momentum untuk mengubah mentalitas, pola pikir dan perubahan sosial budaya. Prinsip-prinsip dasar yang ada dalam kewirausahaan itu, antara lain adalah, bagaimana membangun karakter yang tangguh, kreatif, inovatif, cerdas, mandiri, produktif dan mampu memanfaatkan peluang atau sumberdaya yang ada. Karenanya, dengan pengertian yang luas itu, maka pengembangan budaya kewirausahaan mestinya mencakup lintas bidang, bukan bisnis atau usaha belaka.
Sayangnya dalam konteks kewirausahaan-pun konsep yang banyak berkembang adalah konsep yang digulirkan oleh ilmuwan barat penganut kapitalisme[7]. Menurut mereka, keberhasilan diukur dari pencapaian nilai nominal, indikator materi atau akumulasi materi yang didapatkan semata. Konsep David Mc Cleland, misalnya, menyebutkan untuk mencapai prestasi, orang mesti mengoptimalkan kadar need of achievement setinggi mungkin dan mengorbankan kadar silaturahmi atau keinginan membangun harmoni sosial (need of affiliation). Padahal mestinya keinginan untuk mandiri dan itikad untuk mencari solusi atas problematika yang ada, adalah bagian dalam perjuangan hidup yang bernilai ibadah.
Seorang usahawan perlu mempunyai tujuan yang jelas, kemampuan adaptasi (flexibilty), menciptakan rule of game baru, serta mampu memaknai perubahan. Kewirausahaan merupakan prinsip, sikap, dan etos. Kewirausahaan juga erat kaitannya dengan pembaruan, karena ia dapat menjadi agent of change. Dalam konteks ini, maka perlu dipahami makna tentang daya kejuangan, daya kreativitas, serta sikap kritis, positif, dan realistis.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan usaha, yaitu[8]:
1.              Start. Memulai usaha apa pun bentuknya selalu berisiko gagal, kesulitan dana, dan sebagainya. Agar sukses diperlukan waktu, kesabaran, dan kesiapan.
2.              Simple. Untuk memulai usaha tidak perlu sampai semuanya ada. Manfaatkan yang ada dan lengkapi sambil berjalan.
3.              Self. Memulai usaha sering kali perlu bantuan orang lain, seperti dari keluarga, teman, atau bank. Sebelum mendapat dukungan orang lain, kita harus mulai dari diri sendiri. Kita harus yakin bahwa kita akan sukses.
4.              Satisfy. Modal utama dari sebuah usaha adalah rasa senang, yaitu senang dan cinta terhadap bisnis yang dikerjakan.
Tingkat kewirausahaan seseorang dapat diukur.  Berbagai variabel yang dipakai untuk menentukan skor dan sikap kewirausahaan misalnya adaah:  sikap mandiri, keberanian mengambil resiko, ketekunan dan  kerja keras, sikap terhadap waktu, keyakinan akan masa depan usaha, ketabahan menghadapi tantangan, sikap dalam menghadapi masalah, kejelasan target dan sasaran usaha, pandangan terhadap ketidakpastian, kebebasan mengambil keputusan, pengembangan usaha, dan peran dalam pengelolaan usaha. Dari uraian di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa, beberapa kata kunci yang dapat dicatat dalam membicarakan “kewirausahaan” adalah: ide, pola pikir, perubahan, kesempatan, organisasi dan mengorganisasikan, kebutuhan (necessity), dan aksi.  
*****
[1] “Entrepreneurship Concepts and Cases”. (http://www.icfaipress.org/books/Entrepreneurship., 5 April 2005).
[3] Sebagaimana diungkapkan Harry Truman: “a pessimist is one who makes difficulties of his opportunities and an optimist is one who makes opportunities of his difficulties".
[4] Ungkapan Peter Drucker yang terkenal adalah: "The entrepreneur always searches for change, responds to it, and exploits it as an opportunity".
[5] "An `A' team with a `B' idea is better than a `B' team with an `A' idea".
[6] Calvin A. Kent and Francis W. Rushing. “Coverage of Entrepreneurship in Principles of Economics Textbooks: An Update”. (http://www.indiana.edu., 5 April 2005).
[7]  “Pemuda dan Kewirausahaan”. Harian Republika, 8 Desember 2004. (http://www.republika.co.id., 5 April 2005).
[8] Menurut Mike Rini, seorang konsultan Biro Perencana Keuangan Safir Senduk. “Kewirausahaan: Sukses Memulai Usaha Sendiri”. Harian Republika, 3 Nopember 2004. (http://www.republika.co.id., 5 April 2005).