Jumat, 22 Agustus 2008

Demokrasi

Pada dasarnya “demokrasi”  adalah konsep politik, namun kemudian menjadi prinsip dalam berbagai bentuk aktifitas, sehingga kita mengenal misalnya istilah “demokrasi eknomi” dan “pembangunan yang demokratis”. Inti dari konsep “demokrasi” adalah “kebebasan bersuara dan berserikat”. Prinsip “democration liberties” pada dasarnya adalah kebebasan berekspresi, bersyarikat, dan menjalankan agama. Namun dalam pengertian filosofis, demokrasi melekat erat (inherent) pada pengertian persamaan, kebebasan untuk mendapatkan manfaat, dan hak-hak azasi manusia. Kebebasan dan persamaan merupakan makna pokok dari apa yang disebut dengan “demokrasi modern”.
Pada prinsipnya, demokrasi adalah “Government by the people”  [1]. Yaitu suatu pemerintahan yang kekuatan utamanya adalah pada warganya, yang memerintah secara langsung maupun tidak langusng melalui sistem perwakilan, dan dipilih melalui pemilihan umum secara periodik. Segala keputusan badan legislatif  sesungguhnya adalah keputusan warga, meskipun tidak langsung. Hanya di Yunani dulu yang memiliki pemerintahan dimana warga ikut secara langsung dalam aktifitas negara. Masa inilah yang menjadi demokrasi asli.
Dari sisi politik, demokrasi adalah “A system of government in which power is vested in the people, who rule either directly or through freely elected representatives”. Sebagai suatu bentuk pemerintahan, negara yang demokratis menjunjung tinggi hukum.
Sebagai sebuah ide, “demokrasi” sudah menjadi wacana semanjak 2500 tahun lalu, yaitu mulai dari Yunani Kuno, ke Romawi, dan seterusnya sampai ke Eropa.Banyak konsep demokrasi kemudian berkembang, misalnya apa yang dikenal dengan “demokrasi liberal”, yang sudah jauh dari pengetian awal di Yunani dulu.
Demokrasi modern dicirikan oleh adanya konstitusi yang menjadi pedoman bernegara, adanya pemilihan umum, terjaminnya hak bersuara, kebebasan berekspresi bagi warga negara, kebebasan untuk dunia pers, kebebasan berorganisasi, adanya tatanan hukum, serta dilengkapi dengan lembaga pendidikan politik untuk warga sehingga paham tentang hak dan tanggung jawabnya.Ada tiga bentuk dasar dalam demokrasi modern yaitu: demokrasi langsung (direct), demokrasi perwakilan (representative) dan demokrasi konstitusi (constitutional) [2]. Demokrasi langsung adalah prinsip terjaminnya hak seluruh warga negara untuk berpartisipasi dalam keputusan-keputusan politik, meskipun tidak langsung dalam arti sebenarnya. Dalam demokrasi perwakilan, hak terlibat langsung tersebut melalui perwakilan yang dipilih. Sementara pada demokrasi konstitusi, hak tersebut diatur dalam konstitusi.
Apa pentingnya demokrasi bagi pembangunan pertanian dan pedesaan? Demokrasi dengan pembangunan, ibarat “agen: dengan “proses”. Jadi demokrasi tak cukup hanya diukur secara sempit hanya pada institusi dan prosedur pemilu, sistem multi partai, dan mekanisme check and balance antara presiden dan parlemen. Akan terlalu prosedural, bila mengabaikan partisipasi dan isu kesenjangan sosial. Ada tidaknya demokrasi, atau berjalan atau tidkanya demokrasi, harus dibuktikan dari berhasil atau tidaknya pembangunan di masyarakat bersangkutan.
Demokrasi tidak hanya di level negara, atau untuk keputusan-keputusan politik di tingkat nasional, dalam setiap aktifitas pembangunan pedesaan dan pertanian pada skala kecil seklipun, demokrasi mestilah diwujudkan. Berbagai prinsip demokrasi secara umum harus pula direalisasikan, yaitu kebebasan membentuk perkumpulan, organisasi, asosiasi, dan lain-lain; pemilihan pemimpin lokal yang bebas dan jujur; kebebasan berbicara; kebebasan media lokal untuk akses dan melakukan pemberitaan; dan pengakuan terhadap perbedaan pendapat.
Bertolak dari konteks ini,  maka menjadi terbuka kesempatan untuk LSM misalnya untuk dianggap sebagai satu elemen dalam pembangunan yang demokratis.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana kekuasaan terletak pada mayoritas rakyat, dan pelaksanaannya melalui wakil-wakil terpilih. Ada jaminnan hak-hak minoritas. “government of people, by pople, and for people”. Demokrasi berlandaskan keyakinan nilai dan martabat manusia, dimana kebaikan adalah hal yang berguna bagi manusia. Demokrasi mengandung nilai kebebasan manusia.
Konsep demokrasi menjalar ke seluruh bidang. Pendekatan partisipatoris terhadap demokrasi digagas oleh Rousseau dan J.S. Mills, sedangkan demokrasi elit oleh teoritisi demokrasi kapitalis abad 20 yang dipelopori Schumpeter. Pada akhir abad ke 20 ini kita melihat, bahwa demokrasi pada satu negara pun harus dapat terlihat pada indikator-indikator ekonominya berupa pertumbuhan, pemerataan, dan kesejahteraan. Memangnya demokrasi pasti dapat mendorong pertumbuhan ekonomi?
Dalam bahasa Yunani, demos = rakyat, dan kratia = kedaulatan. Secara azasi, kata “demokrasi” tidaklah sama dengan kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan sosial. Ketiga hal tersebut bisa diharapkan akan diwujudkan oleh demokrasi, namun itu bukanlah unsur alaminya. Sistem pemerintahan yang otoriter sekalipun, bisa saja memiliki ketiga tujuan tersebut.
Menurut Habermas, demokrasi adalah suatu cakrawala utopian yang berupa kebebasan dalam gagasannya tentang politik. Pada taraf yang paling minimal dan antropologis, secara sederhana  dimaknai sebagai suatu proses intersubjektifitas non-kekerasan yang terus berlangsung, dimana kata-kata, atau lebih tepatnya kalimat-kalimat atau tindakan bertutur, adalah bentuk hubungan sosial yang lebih bernilai daripada ritual-ritual ataupun senjata [3].
Meskipun sangat disanjung dan disayangi,  demokrasi juga memiliki keterbatasan [4]. Beberapa nilai minus dari demokrasi mislanya adalah, terjadinya penyebaran pusat-pusat kekuasaan, sehingga banyak pihak sebagai penentu kebijakan (veto players). Artinya, power-pun terbagi kepada banyak titik. Karena corruption tend to corrupt, maka korupsi, penyuapan, dan kolusi pun akan meluas. Demokrasi politik juga merangsang penerapan ekonomi neo liberal, sehingga terjadi penjualan perusahaan-penjualan negara. Lalu, pentingnya kedudukan pemilih adalah sebuah ongkos yang tidak murah. Faktanya, korupsi justeru meningkat pada negara yang baru mencapai demokrasi [5].
Dalam hal korupsi, meskipun demokrasi memiliki kaitan dengan sejahtera, namun ternyata tidak menjamin hapusnya korupsi. Negara-negara di Asia yang demokrastis namun korupsi tetap marak, ditemukan di Filipina, Thailand, India, dan Indonesia. Namun Singapura, Malaysia dan China, walaupun kurang demokratis, namun korupsi cukup rendah. Jepang demokrasinya baik dan korupsinya rendah.
Suara miring tentang demokrasi, “The dangerous of democracy”, misalnya datang dari Nietzsche. Selain itu, dalam Snyder [6], dibutktikan bahwa demokrasi menimbulkan disintegrasi. Temuan ini didasarkan sejarah di empat tempat, yaitu Jerman sebelum PD I dan menjelang PD II yang melahirkan kontrarevolusioner, Inggris abad 18 dan 19 yang menimbulkan masalah kewarganegaraan, Perancis masa revolusi (revolusioner), serta Serbia sebelum 1914 dengan masalah kesukuan. Ia menyimpulkan, bahwa masa transisi ke arah demokrasi sering menimbulkan kerusuhan SARA, perang, dan disintegrasi negara. Fakta menunjukkan, konflik etnis yang merebak di Afrika misalnya pada era 1990-an, terjadi pada saat negara-negara bersangkutan baru dapat kebebasan politik, perlindungan hak-hak sipil, dan kebebasan pers.
Rober D Kaplan [7] juga menambahkan, bahwa demokrasi lebih membawa bencana dibanding kemujaraban di negara-negara dunia ketiga. Ini disebabkan struktur masyarakat yang relatif homogen, yaitu sama-sama bergantung kepada pertanian, sementara kelas menengah belum berkembang. Dalam kondisi ini, demokrasi hanya akan melahirkan perang komunal. Inilah sisi gelap demokrasi. Demokrasi secara tidak langsung juga telah melahirkan “pemerintahan kriminal” baru dengan akses yang penuh kepada sumber-sumber kekuasaan dan ekonomi.
Demokrasi juga dapat menghasilakn fenomena “hyper-democration”, yaitu demokrasi tanpa kendali, dan adanya kemacetan di semua sistem baik ekonomi, politik, dan lain-lain. Demokrasi pada masyarakat yang sedang pada zona transisi ditandai oleh peregangan (fibrillation), yang bisa menuju kematian masyarakat itu sendiri, namun juga bisa menuju normal. Masa ini ditandai adanya ketidakpastian dan resiko sosial yang besar. Pada akhirnya, hiperdemokrasi hanya menciptakan “momen inersia”, yaitu keadaan yang berjalan di tempat. Ini terjadi karena demokrasi dilaksankaan secara mendadak dan total.
Padahal dalam sejarahnya, demokrasi di Barat sekalipun dilakukan secara bertahap. Inilah yang dilupakan. Di Athena, pada awalnya hak suara hanya untuk kaum lelaki yang lahir bebas. Saat itu suara perempuan, budak, dan penduduk asing dikesampingkan. Demikian pula di Inggris. Pada peraturan yang dikeluarkan tahun 1430, hanya pria dewasa yang memiliki tanah dan berpenghasilan 40 shillings yang boleh ikut memilih anggota House of Commons.
Jadi, bagaimana sesungguhnya masa depan “demokrasi”? Bagaimana sesungguhnya demokrasi, masih tetap dikonstruksi. Untuk negara yang memilki beragam budaya dan etnis seperti Indonesia misalnya, tak ada solusi yang umum. Demokrasi harus dirancang berdasarkan ciri-ciri khusus negara itu sendiri.
Tampaknya, demokrasi masih tetap merupakan nafas utama kehidupan di masa depan. Ia tetap dibutuhkan, dan harus eksis dalam setiap elemen kehidupan, meskipun bentuk detailnya sangat mungkin diperdebatkan. Dalam berekonomi, demokrasi juga dibutuhkan. Menurut Francis Fukuyama[8], demokrasi-liberal kapitalis merupakan bentuk definitif masa depan manusia dan dunia. Liberal kapitalis merupakan tatanan bermasyarakat yang tak terelakkan (inevitable).
Demokrasi akan terwujud hanya bila tiga  unsur dipenuhi, yaitu: kemauan politik dari negara, komitmen yang kuat dari masyarakat politik (political society), dan berkembangnya civil society. Untuk mengukur tingkat kekentalan demokrasi di masing-masing negara, dikeluarkan indeks negara-negara berdasarkan level ke-demokratis-annya. Pengukurannya berkenaan dengan dua hal, yaitu berkaitan dengan hak-hak politik berupa pemilu dan sistem partai, serta kebebasan sipil berupa keberadaan media massa, sistem peradilan, dan lain-lain.
Menurut Sargent [9] ada lima unsur demokrasi, yaitu (1) partisipasi rakyat dalam memutuskan kebijakan politik, (2) persamaan hak warga negara, (3) kebebasan (kemerdekaan) bagi semua rakyat, (4) beroperasinya sistem perwakilan politik, dan (5) berfungsinya sistem pemilu. Point 1 dan 4 menjelaskan posisi dan peran pemerintah dan rakyat dalam satu keterkaitan politik, sedangkan point 2,3 dan 5 merupakan konsep untuk mengukur posisi dan peran rakyat dalam kehidupan bernegara.
*****

[1] Democracy (noun) = representation. Synonym dengan commonwealth, egalitarianism, emancipation, equalitarianism, equality, free enterprise, freedom, justice, laissez faire, liberal government, private ownership, representative government, dan republic.Sumber: Roget's New Millennium™ Thesaurus, First Edition (v 1.1.1). Copyright © 2005 by Lexico Publishing Group, LLC. All rights reserved.
[2] Dr. Ray Bale. Concepts of Democracy. Courallie High School, Moree. (http://www.abc.net.au/civics/democracy/concepts.htm#what., 11 Mei 2005).
[3] Beilharz, Peter. 2002. Teori Sosial. Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Cet.1. 403 hal. Judul asli: Social Theory: A Guide to Central Thinkers. Hal. 212.
[4] Karena itulah, di AS, Alan Greenspan, Dirut Bank Federal dan Sembilan Hakim Agung (The Nine Solomon) merupakan figur-figur yang memiliki kekuasaan sangat besar dan vital. Hanya dengan itulah maka demokrasi bisa berjalan.
[5] Weyland, 1998 .
[6] Snyder, Jack. 2000. From Voting to Violence: Democratization and Nanionalist Conflict. WW Norton and Company. New York and London
[7] Lebih jelasnya, baca buku Robert D. Kaplan. 1999. “The New Evil of The 21st Century”.
[8] Francis Fukuyama. 1992.
[9] Sargen, L.T. 1987. Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hal. 29-73.