Jumat, 22 Agustus 2008

Capacity-Building

Istilah “capacity-building” sampai saat ini masih digunakan dalam bahasa aslinya tersebut. Terjemahannya berupa “peningkatan kapasitas” misalnya, belum populer dipakai. Pada pokoknya, capacity-building adalah satu strategi yang dapat dipraktekkan dalam aktifitas pembangunan, terutama yang menyangkut aktifitas bersama dengan masyarakat. 
Capacity building adalah upaya penguatan sebuah komunitas dengan bertolak dari kekayaan tata nilai dan juga prioritas kebutuhan mereka, dan mengorganisasikan mereka untuk melakukannya sendiri. (“Strengthening people’s capacity to determine their own values and priorities, and to organise themselves to act on these, is the basic of development”[1]). Dalam kalimat yang lain, Capacity building adalah “... to enhance the capability of people and institutions sutainably to improve their competence and problem-solving capacities”[2]. Dalam pengertian ini, capacity building berperan sebagai instrumen atau alat yang mendukung penggunaan potensi dan kapasitas yang ada secara efisien, memperluas kondisi yang ada, dan juga berupaya membangkitkan potensi-potensi baru. Sebelum ke “capacity building”, perlu dipahami dulu tentang konsep “capacity”. Capacity lebih menunjuk kepada hasil (outcome) atau kondisi yang ingin dicapai, sedangkan capacity building atau adakalanya disebut “capacity development” adalah seluruh proses untuk mencapainya[3].
Ada berbagai definsi tentang capacity building, namun ada kesamaan satu sama lain, dimana objeknya adalah individu, organisasi, dan juga sistem. capacity building adalah “... placing emphasis on the ability of individuals, organisations and systems to set and implement development objectives in a sustainable way”. Batasan ini kelihatan agak menyederhanakan, padahal dalam prakteknya cukup komplik.
Sebagaimana konsep pembangunan, capacity building juga fokus kepada permasalahan hubungan-hubungan sosial dan politik. Karena itu, ia tidak dapat dipandang sebagai terisolasi dari lingkungan sosial, ekonomi, dan politik. Dari sisi level, maka dalam melakukan capacity building akan tercakup didalamnya apa dan bagaimana peran untuk pemerintah, pasar, sektor swasta, NGO, serta komunitas, rumah tangga, dan individual.
Dalam konteks capacity building sebagai sebuah pendekatan dalam pembangunan, maka akan melibatkan identifikasi berbagai kendala dalam pembangunan. Pembangunan pada pokoknya adalah bagaimana agar dicapai perubahan positif dalam hidup, kemajuan personal bersama-sama dengan kemjaunan masyarakat secara umum, dan bagaimana proses serta hasilnya terhadap upaya pengurangan kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi, dan merealisasikan potensi manusia melalui keadilan sosial dan ekonomi. Dalam konteks ini, maka capacity building adalah “... the process of transforming lives, and  transforming societies”. Jadi, capacity-building adalah sebuah bentuk respon menuju proses yang multi dimensi, tidak semata-mata hanya sekedar intevensi teknik. Berbagai kapasitas yang harus dibangun dalam CB adalah pembangunan intelektual, organisasional, sosial, politik, kultural, material, maupun finansial[4].  
Pada hakekatnya, capacity building adalah tentang “dukungan”. Yaitu dukungan pihak luar terhadap satu komunitas tertentu. Dalam konteks ini, ada dua langkah pokok dalam mengimplementasikan capacity building, yaitu: pertama,  menilai apa jenis dan level dukungan yang paling tepat yang sesungguhnya dibutuhkan komunitas; dan kedua, memonitor dan memodifikasi berbagai hasil negatif dari dukungan tersebut. Langkah kedua ini merupakan point khas yang tampaknya kurang diperhatikan selama ini. Umumnya pelaksana pembangunan terlalu yakin dengan pendekatan dan program yang mereka implementasikan. Hampir tak ada ruang untuk berpikir ulang, bahwa jangan-jangan pendekatan tersebut kurang tepat. Jika pun ada evaluasi, biasanya setelah program berjalan penuh.
Apa beda capacity building dengan pendekatan-pendekatan lain?. Setidaknya capacity-building menolak konsep “trickel down” yang menjadi konsep paling penting dan paling dipercayai dalam pembangunan. “Trickel down effect” adalah konsep yang percaya bahwa dengan menggarap beberapa titik tertentu dalam satu wilayah, maka akan menyebar dengan sendirinya ke wilayah sekitar. Seperti setetes tinta dijatuhkan di permukaan kertas, maka ia akan segera menyebar ke area sekitarnya.
Untuk dapat mengerti pendekatan capacity building dapat pula dengan mengetahui apa yang jelas-jelas bukan cirinya. Deborah Eade [5] menyampaikan empat ciri yang bukan merupakan capacity building. Ia menyatakan bahwa capacity building tak akan menciptakan ketergantungan, capacity-building bukan berarti melemahkan peran negara, capacity-building bukanlah aktifitas yang terpisah-pisah, dan capacity-building tidak semata-mata memperhatikan keberlanjutan finansial. 
Ada berbagai model dalam aktifitas yang berlandaskan capacity-building. Beberapa contoh berikut dapat dipakai, yaitu [6]:  (1) bekerja dengan posisi sebagai intermediaries, (2) menciptakan sinergi dalam komunitas dan pada lingkup, (3) mempromosikan organisasi yang representatif, (4) menciptakan organisasi yang independen, atau (5) pemerintah dan NGO bekerja secara paralel bersama-sama. Selanjutnya, ada tiga level yang dapat menjadi objek dalam capacity building, yaitu: (1) level individu dan grup, (2) level institusi dan organisasi, dan (3) level sistem institusi secara keseluruhan mencakup institusi hukum, politik, serta kerangka pikir ekonomi dan adminintratif. Peningkatan kapasitas indvidu biasanya berupa pelatihan-pelatihan untuk memperbaiki pengetahuan dan keterampilan, sedangkan  untuk institusi dan organisasi dikenal misalnya pendekatan social learning process.
Bagaimana mengukur kapasitas suatu kelompok masyarakat? Pendekatan yang ditawarkan oleh UNDP, berdasarakan prinsip dan konsep yang idenya dipinjam dari sektor swasta, dimana individu, kelompok sosial, dan lingkungan  merupakan kunci penting dari kerangka yang dikembangkan. Pengukurannya menggunakan pendekatan sistem (systems approach), dengan memberi  penekanan pada manajemen inter-relasi antar berbagai institusi, serta pendekatan individual dan organisasional. Jika ingin menggambarkan kapasitas nasional sebuah negara, maka dapat dengan menggabungkan kapasitas yang ada pada seluruh level, baik nasional, regional, maupun komunitas.
Menurut UNPD, dalam pengembangan masyarakat dengan pendekatan capacitiy-building perlu dijawab empat pertanyaan pokok, yaitu: Where are we now? Where to we want to be ? How to get there? How to stay there?  Kapasitas masyarakat secara umum akan tergantung kepada institusi yang sehat (viable institutions), kepemimpinan yang memiliki visi, dukungan finansial dan sumberdaya material, keterampilan sumberdaya manusia, dan kerja yang efektif termasuk sistem, prosedur, dan insentif kerja yang sesuai. Visi yang jelas dan didukung (shared vision) akan dicapai bila  didahului proses saling mengkomunikasikan dan berbagi pemahaman antar pihak. Selain itu, juga perlu dibangun konsensus (consensus building), serta menyediakan penjelasan dengan konteks yang lebih luas (broader context) antar pihak yang akan terlibat. Untuk mengukur hasil kerja sebuah aktifitas capacity-building, maka beberapa prinsip yang sebaiknya dipakai adalah: pelibatan banyak aktor baik pihak pemerintah maupun bukan sehingga penilaian akan lebih kaya dan beimbang, menggunakan beragam pendekatan, sehingga akan lebih mendalam dan juga lengkap, jelas dalam hal skala kegiatan dan waktu (duration) pelaksanaan, jangan kehilangan fokus terhadap apa sesungguhnya tujuan dan sepsifikasi aktifitas capacity-building yang dievaluasi; dan aktifitas penilaian harus bertolak lebih karena permintaan (demand orientation)  bukan karena telah dianggarkan.
*****




[1] Eade, Deborah and S. William. 1995. The Oxfam Handbook of Development and Reflief. Oxfam, Oxford. Hal 9.  Dalam:  Eade, Deborah. 1997. Capacity-Building: an Approach to People-Centered Development. Development Guidelines. Oxfam, UK and Ireland.
[2] Mildeberger, Elisabeth. 1999. Capacity Building for Sustainable Development: Concepts, Strategies and Instruments of the German technical cooperation (GTZ). Unit 04, Strategic Cooperate Development. May 1999. (Dalam www.sti.ch. 21 Maret 2005).
[3] “Emerging Principles on Capacity Assessments and Capacity Building Strategies”. (http://www.ecdpm.org. 21 Maret 2005).
[4] Eade, Deborah. 1997. Capacity-Building: an Approach to People-Centered Development. Development Guidelines. Oxfam, UK and Ireland. Hal 24.
[5] Eade, Deborah. 1997. Hal 32-3.
[6] Seluruh contoh ini dikembangkan dari penglaman NGO Oxfam di berbagai negara (dalam Deborah Eade. 1997. Capacity-Building: an Approach to People-Centered Development. Development Guidelines. Oxfam, UK and Ireland. Hal 36-49).