Jumat, 22 Agustus 2008

Kepemimpinan

Alasan utama penulis, kenapa “kepemimpinan” perlu dimasukkan sebagai salah satu konsep penting adalah karena faktanya banyak sekali kita temukan di lapangan, keberhasilan suatu usaha pembangunan di pedesaan semata-mata merupakan andil dari seorang tokoh. Banyak kelembagaan di  desa, misalnya koperasi atau kelompok tani, mencapai kemajuan yang baik bukan karena mereka berhasil membangun sistem organisasi dengan baik, namun lebih karena peran seorang pengurusnya belaka.
Kepemimpinan dibedakan secara dikotomis dengan sistem, atau adakalanya dengan manajemen. Kepemimpinan yang baik merupakan suatu yang penting, meskipun sistem atau manajemen dalam satu organisasi dalam kondisi tidak memuaskan. Manajemen merupakan pedoman yang memuat sekumpulan aktifitas yang harus dilakukan dalam situasi tertentu. Sementara, memimpin adalah bagaimana menggunakan sumber daya dan lingkungan yang ada untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinan (leadership) dapat bermakna sebagai kemampuan untuk mengomandoi (“the capacity to lead others”) yang sinonim dengan command dan lead; juga dapat bermakna sebagai perilaku memberi arahan (“an act or instance of guiding”) yang sinonim dengan  direction, guidance, dan management. Yang pertama adalah jika si pemimpin berposisi sebagai pimpinan organisasi,  sedangkan yang kedua dalam posisi sebagai anggota suatu masyarakat belaka [1].
Pada hakekatnya, seseorang dapat disebut “pemimpin” jika ia dapat mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan tertentu, meskipun tidak dalam ikatan formal dalam sebuah organisasi. Kepemimpinan pada dasarnya bagaimana membawa orang-orang menuju ke tempat yang seharusnya. Pencapaian yang tertinggi dari seorang pemimpin adalah memperoleh respek dan kepercayaan. Dalam konteks respek dan kepercayaan, satu ungkapan yang populer dari Dwight D. Eisenhower: "Kepemimpinan adalah seni mendapatkan orang lain untuk melakukan hal lain yang ia inginkan karena orang itu menginginkannya"[2].
Pemimpin dalam organisasi fokus kepada “... creation and refinement of a vision, strategic planning, and creative thinking. They see opportunities instead of impediments, seek out alliances instead of fighting rivals, and are able to see haow different aspects of a situation fit together and influence each other to form the whole” [3]. Inilah beda seorang pemimpin dengan seorang manajer. Manajer hanya memikirkan bagaimana menjalankan tugasnya (secure working at tasks) dengan menetapkan kondisi awal dan kondisi akhir yang akan dicapai. Ia kosentrasi untuk menemukan solusi logis dari masalah-masalah nyata yang dihadapi, melalui pendekatan yang analitis, terstruktur, dan tertata[4].
Pemimpin akan menggunakan berbagai pendekatan agar tujuan tercapai baik dengan menguasai, mengatur, atau cukup hanya mengawasi. Pemimpin yang baik juga menghasilkan “pemimpin”, bukan pengikut. Seorang pemimpin, akan lebih memilih memandirikan dibandingkan membuat pengikutnya tergantung, memilih memberdayakan dibandingkan mengontrol, lebih memilih proaktif dibandingkan reaktif.
Kepemimpinan ada dalam setiap sistem sosial, karena akan selalu ada interrelasi antara pihak yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi, dalam  level makro maupun mikro. Secara umum, syarat terjadinya peristiwa kepemimpinan adalah: (1) ada orang yang mempengaruhi, (2) ada orang atau sekelompok orang yang terpengaruh atau bisa dipengaruhi, dan (3) ada aktifitas dari orang yang terpengaruh tadi. Dalam dimensi-dimensi kepemimpinan dapat dianalisa aspek-aspek status dan peranannya, kekuasaan, pengaruh dan otoritas, personalitas atau kepribadian, fungsi-fungsi, nilai-nilai sosial kultural,  dan situasi kepemimpinan[5].
Kepemimpinan memiliki peran dalam perubahan sosial. Menurut Teori Orang Besar  oleh Carlyle, tokoh-tokoh besar dengan kepribadian luar biasa, berkuasa, sehingga menentukan perang dan damai; terbukti telah menjadi penentu sejarah selama ini.
Dalam sosiologi, bicara tentang kepemimpinan berarti tentang “status” dan “otoritas”. Menurut Max Weber, ada 3 jenis kekuasaan atau otoritas kepemimpinan, yaitu kekuasaan tradisional berdasarkan kepercayaan yang telah ada, kekuasaan rasioanl berdasarkan hukum legal, dan kekuasaan kharismatis beradasarkan individual. Di masyarakat tardisional, sumber kepemimpinan adalah kharisma atau otoritas kharismatis-tradisional. Kekuasaan kharismatis misalnya berupa sifat-sifat kepahlawanan, keberanian, rela berkorban, dan sifat-sifat menonjol lain yang patut dicontoh.
Mengikuti evolusi perkembangan masyarakat, dari tradisional ke modern, berbagai aspek dalam kepempinan pun berubah. Secara umum, terjadi perubahan konsep kepemimpinan dari  yang polimorfik (multi funsgi) ke monomorfik (monofunsgi)[6]. Ini bersamaan dengan perubahan bentuk-bentuk kelembagaan dalam masyarakat yang sebelumnya satu kelembagaan untuk banyak hal, berubah menjadi kelembagaan yang spesifik. Sebagai misal, dulu seorang pemimpin pesantren umumnya bisa mengobati penyakit dan juga pendekar; dan sekarang semakin terfokus hanya sebagai pendidik keagamaan.
Bagaimana seorang pemimpin bisa muncul? Banyak teori tentang kepempinan[7]. Menurut Bass [8], ada tiga teori dasar yang menerangkan bagaimana pemimpin bisa lahir, yaitu:
1.         Teori Bakat (Trait Theory). Beberapa orang memang memiliki  kemampuan alamiah untuk jadi pemimpin.
2.         Teori Kejadian Besar (The Great Events Theory). Suatu krisis atau kejadian sosial penting dapat melahirkan seorang yang biasa menjadi pemimpin.
3.         Teori Transformasi (The Transformational Leadership Theory). Seseroang dapat  dipilih jadi pemimpin, dan memimpin adalah keterampilan yang dapat dipelajari.

Teori ketiga ini, yang sebagian menyebutnya dengan “Teori Lingkungan”, paling banyak dipakai sekarang ini. Munculnya pemimpin ditentukan waktu, tempat, dan keadaan. Dan, struktur sosial menjadi determinan penting dalam pembentukan kepemimpinan. Paradigma ini digunakan misalnya dalam ilmu manajemen dan bisnis. Jadi, pemimpin yang baik tidak dilahirkan[9]. Jika mau, semua orang dapat jadi pemimpin. Kemampuan memimpin dapat dicapai melalui proses tanpa henti secara otodidak (self-study), maupun melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.
Bagaimana memimpin secara efektif? Dua kunci penting bagi kepemimpinan yang efektif adalah: (1) kepercayaan (trust) dan keyakinan diri (confidence); dan (2) komunikasi yang efektif. Seorang pemimpin mestilah  dapat dipercaya serta harus mampu mengkomunikasikan visinya.
Prinsip kepemimpinan yang juga populer adalah: “be, know, and do” [10]. Ada tiga kelompok aspek penting, yaitu bangunlah kemampuan diri (= be), pahami permasalahan yang dihadapi secara teor maupun praktek (= know), dan lakukanlah apa yang dirasa tepat (= do).
Secara umum, ada empat faktor utama sehingga peranan kepemimpinan dapat berjalan, dalam organisasi maupun dalam masyarakat, yakni:
1.       Pengikut (follower). Setiap manusia membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Seseorang dengan motivasi rendah pelu pendekatan yang lebih agar berkembang. Karena itu, pemimpin harus mengenal pengikutnya dengan seksama. Kenali kebutuhannya, emosinya, dan motivasinya.
2.       Pemimpin. Seorang pemimpin harus paham benar siapa dia, apa yang dia tahu, dan apa yang dapat dilakukannya. Pemimpin harus bisa meyakinkan pengikutnya bahwa ia adalah pilihan yang cocok.
3.       Komunikasi. Memimpin adalah berkomunikasi dua arah. Komunikasi terjadi dalam segala bentuk, dan komunikasi non-verbal kadangkala bahkan lebih efektif.
4.       Situasi. Semua kondisi berbeda. Sesuatu yang dapat berjalan dalam satu situasi, tak selalu belaku untuk kondisi lainnya. Karena itu perlu selalu penyessuaian dan pertimbangan (judgment) menghadapai situasi yang berbeda.

Pemimpin yang efektif harus mampu mentransformasi visinya ke anggota, nilai-nilai yang dianutnya, integritas, dan kepercayaan. Kualitas yang melekat pada pemimpin yang sukses adalah bakat, inisiatif dan kemampuan manajerial, kharismatis, misi yang jelas, berorientasi hasil, optimisme, percaya diri, kemampuan untuk mendorong dan mendelegasikan. Kunci kepemimpinan yang efektif terletak pada hubungan yang dibentuk bersama anggota tim, karena pada dasarnya memimpin tidak pernah benar-benar sendiri. Formulanya adalah  bagaimana berbagi informasi. Menjalankan tugas terasa lebih ringan apabila dikerjakan secara bersama-sama.
Agar efektif, formula kepemimpinan yang harus diikuti adalah perlunya integritas, kemitraan dan penegasan [11]. Memimpin dengan integritas berarti menjadi orang sebagaimana Anda mengharapkan orang lain menjadi dirinya. Integritas diperoleh dari respek dan kepercayaan. Kepercayaan tidaklah sama dengan respek. Respek berarti melibatkan orang lain dan bersedia mendengarkan pendapat orang lain. Berbuatlah pada orang lain sama seperti apa yang Anda inginkan orang lain perbuat pada Anda. Selain itu, memimpin dengan memberikan contoh juga merupakan contoh yang nyata.
Sedangkan kepercayaan berarti membiarkan orang lain melakukan apa yang menjadi wewenangnya serta bertindak secara sama, tidak peduli sang pemimpin berada di tempat ataukah tidak. Kepercayaan terjadi apabila nilai dan tingkah laku bertemu. Orang-orang semakin menaruh respek dan kepercayaan kepada pemimpin, apabila apa yang diucapkan sang pemimpin sama dengan apa yang dilakukannya.
Kepemimpinan bukan hanya merupakan apa yang Anda lakukan terhadap orang-orang, melainkan apa yang Anda lakukan bersama orang-orang. Pujian juga merupakan hal yang sangat penting dalam kepemimpinan. Pujian akan efektif apabila diberikan secara spesifik, tulus, dan dengan cepat setelah kejadian yang layak beroleh pujian terjadi.
Kemitraan akan mengumpulkan potensi-potensi yang ada dari anggota tim. Sementara, penegasan berarti menjadikan orang lain mengetahui kalau apa yang dilakukannya adalah penting. Penegasan juga menjadikan orang-orang merasa dihargai. Kepemimpinan menjadi efektif apabila semuanya dimulai dari self-leadership setiap anggota, karena pada hakekatnya kepemimpinan bersifat dua arah.
*****

[2] “Kepemimpinan - Motivasi – Kesetiaan”. (http://www.iri-indonesia.org/indo/file/leader.html. 14 April 2005).
[3] Hickman, Craig R. 1990. “Mind of a Manager, Soul of a Leader”. Toronto: Jhon Wiley and Sons. Hal.3 (http://www.cedresources.nf.net., 18 Januari 2005).
[4] Hickman, 1990. Hal 3.
[5] Kartodirdjo, Sartono. 1986. Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial. LP3ES. Cet.2. 212 halaman.
[6] Kartodirdjo, Sartono. 1986. Hal viii.
[7] Beberapa contoh teori kepemipinan adalah: Fiedler Contingency Model, Leadership Participation Model, Path-goal Model, Situational Leadership Theory, Trait Theory, Functional Leadership Model, dan Managerial Grid Model.
[8] Bass, Bernard. 1989. Stogdill's Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research, New York: Free Press. Dan, Bass, Bernard. 1990. From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the Vision, Organizational Dynamics, Winter.
[9] Donald Clark. 1997. “Concepts of Leadership”. (http://www.nwlink.com/~donclark/leader/leadcon.html., 14 April 2005).
[10] U.S. Army Handbook (1973). “Military Leadership: Be * Know * Do, Leadership the Army Way. Adapted from the Official Army Leadership Manual. (http://www.pfdf.org/leaderbooks/hesselbein/beknowdo.html, 8 Juli 2005).
[11] Ken Blancard dan Marc Muchnick . The Leadership Pill.  Simon & Schuster, 2004. x + 113 halaman. (http://www.swa.co.id/sekunder/resensi/manajemen/strategi/details.php?cid=5&id=7., 14 April 2005).