Jumat, 22 Agustus 2008

Kemitraan


“Mitra” yang dimaksud disini lebih pada istilah dalam konteks ekonomi, yang pada pokoknya sama dengan “teman” atau “kawan” dalam bahasa sehari-hari.  Padanan bahasa Inggrisnya yang paling dekat adalah “friendship” dan “partnership” [1]. Esensi kemitraan dalam ekonomi terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labor) maupun benda (property), atau keduanya untuk tujuan-tujuan ekonomi[2]. Pengendalian kegiatan juga dilakukan bersama, dimana pembagian keuntungan dan kerugian didistribusikan di antara pihak yang bermitra. Artinya, sumberdaya dan kompetensi masing-masing digabungkan untuk mencapai sinergi, menuju peningkatan volume maupun kualitas produk atau jasa yang dihasilkan.
Dalam American Heritage Dictionary (1992), “partnership” adalah  “a relationship between individuals or groups that is characterized by mutual cooperation and responsibility, as for the achievement of a specified goal ” [3].  Istilah “partnership” pertama muncul dalam hukum bisnis yang berkaitan dengan suatu kontrak berbagi yang adil dalam hal keuntungan maupun kerugian dalam kerjasama bisnis (joint business). Konsep ini kemudian dijadikan dasar dalam membentuk organisasi dan penataan manajemen dalam banyak bidang.
Dalam khasanah ilmu sosiologi dan psikologi, teori tentang “friendship” sesungguhnya telah lama menjadi perhatian. Beberapa faktor yang akan meningkatkan friendship misalnya adalah hipotesis empati-altruisisme (Empathy-Altruism Hypothesis). Jika kita merasa empati kepada orang lain, maka kita akan cenderung membantu. Contoh lain, dalam Teori Propinquity Effect dinyatakan bahwa pertemuan dan interaksi antar indovidu akan meningkatkan kesempatan untuk melakukan kemitraan. Dalam ilmu sosial, satu prasyarat penting berjalannnya kemitraan adalah harus adanya keakraban (familiarity). Dalam Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory) dinyatakan bahwa “relationships go through stages of increasing familiarity”. Suatu hubungan hanya akan terjalin apabila dicapai derajat keakraban tertentu.
Dalam konteks formal, hubungan kemitraan merupakan “a legal contract entered into by two or more persons in which each agrees to furnish a part of the capital and labor for a business enterprise, and by which each shares a fixed proportion of profits and losses”. Hubungan ini dicirikan oleh adanya kerjasama dan juga tanggung jawab yang saling menguntungkan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Dalam konteks ekonomi, ia terdiri dari dua atau lebih individu yang memanajemen dan mengoperasikan usaha bisnis bersama-sama.
Dalam batasan formal ekonomi, kemitraan pada pokoknya adalah upaya untuk meningkatkan usaha kecil sehingga menjadi tangguh dan mandiri [4]. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan, pasal 1 no. 8 disebutkan:
 “Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”.
Kemitraan yang “saling memerlukan” terjadi ketika perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku, dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. Prinsip “saling memperkuat” terealisasi ketika kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis, sehingga akan memperkuat  kedudukan masing-masing dalam menningkatkan daya saing usahanya. Terakhir, “saling menguntungkan” tercapai jika keduanya memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
Konsep kemitraan juga dapat menjadi kunci utama dalam upaya membangun kekuatan “ekonomi mikro rakyat”. Kemitraan dapat menjadi solusi di tengah ketidakseimbangan ekonomi yang terjadi pada pelaku ekonomi kecil dan besar. Untuk pengembangan ekonomi mikro, pelaku usaha besar perlu digandeng untuk turut serta dalam mengurangi ketidakadilan perekonomian nasional [5]. Dengan menerapkan konsep kemitraan, artinya kita percaya bahwa kekuatan ekonomi hanya bisa terbangun dengan sebuah kerja bersama untuk mengurangi ketidakadilan tersebut. Kemitraan dapat menjadi satu jalan menuju kepada pemberdayaan komunitas (community empowerment).
Kenapa kemitraan perlu? Mencermati perekomian sebuah bangsa tidak bisa hanya dilihat dari aspek makro ekonomi saja, namun juga harus dilihat dari aspek mikro ekonomi, karena aspek inilah yang memegang peranan kunci yang menentukan apakah kekuatan makro ekonomi kita benar-benar ditopang kekuatan ekonomi mikro. Dalam konteks ini, kemitraan adalah sebuah "jembatan" penghubung yang cukup strategis ketika jurang kesenjangan antara pelaku usaha kecil, menegah dan usaha besar, semakin lebar. Kemitraan bisa menjadi jaring besar untuk membangun kekuatan bersama bagi pelaku ekonomi kecil yang didorong oleh pemerintah untuk memperkuat posisinya bahkan menaikkan posisi tawar pelaku usaha kecil untuk bangkit dan bersaing dalam pasaran global. Melalui kemitraan, pemerintah akan mampu meningkatkan daya saing para pelaku usaha kecil, dan berdayanya usaha kecil dalam menembus pasar.
Bagi pelaku usaha kecil, dapat membangun kemitraan antarsesama pengusaha kecil melalui wadah koperasi. Penguasaan sumber daya yang terbatas yang dimilikinya akan digabungkan, sehingga menjadi  kekuatan ekonomi yang lebih besar. Diharapkan, ini akan bisa memberikan potensi tawar yang lebih besar untuk menghadapi pasar.
Pada dasarnya, konsep kemitraan bukan ide baru dalam upaya memperkuat pelaku ekonomi mikro di Indonesia. Urgensi yang besar terhadap kemitraan ditunjukkan dengan lahirnya UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, serta Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan. Kemitraan merupakan upaya penguatan pelaku usaha kecil yang sangat sesuai dengan iklim usaha di Indonesia, karena pada dasarnya kemitraan mempunyai asas bersama dan kekeluargaan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33.
Sejak tahun 1993 dalam GBHN telah diamanatkan agar pengembangan dan pembinaan usaha nasional didorong melalui perluasan kerjasama dan keterkaitan usaha antara usaha skala besar menengah dan kecil berdasarkan kemitraan yang saling menunjang, menguntungkan dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan.  Dalam rangka memasuki era perdagangan bebas baik regional maupun internasional berupa AFTA, APEC dan WTO; maka masing-masing negara perlu mempersiapkan diri melalui penataan kerjasama di berbagai bidang yang dilandasi oleh kemitraan. Kemitraan sekarang ini merupakan landasan bentuk kerjasama yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan perubahan lingkungan dalam era teknologi dan globalisasi.
Untuk pertanian, landasan pengembangan kemitraan di bidang pertanian ada dalam UU No. 12   Tahun 1992, khususnya  Pasal 47 (ayat 3), yaitu: ”Badan Usaha diarahkan untuk kerjasama secara terpadu dengan masyarakat petani dalam melakukan usaha budidaya tanaman”. Juga pada Pasal 49: “Pemerintah membina usaha lemah serta mendorong dan membina terciptanya kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan antara Pengusaha lemah dan Pengusaha kuat di bidang budidaya tanaman”.
Menurut pengertian di Departemen Pertanian, kemitraan adalah antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Yang dimaksud dengan kelompok mitra di antaranya dalah koperasi, usaha kecil, dan kelompok tani[6].  SK Mentan No. 940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian,  pasal 2[7] menyebutkan:
“Tujuan kemitraan usaha pertanian adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, mengingkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, dan peningkatan skala usaha, dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri”.
SK Mentan No. 944/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian, menjelaskan tingkat hubungan kemitraan dengan indikator berupa manajemen dan manfaat.. Ada dua aspek yang menjadi perhatian, yaitu proses manajemennya dan manfaatnya. Aspek dan indikator  serta faktor yang dinilai dijabarkan pada tabel berikut. Tiap faktor tersebut lalu diberikan bobot dan nilainya, sehingga diperoleh nilai total akhir, dan kemudian dikelompokkan apakah termasuk dalam katagori Kemitraan Pra Prima, Kemitraan Prima, Kemitraan Prima Madya, ataukah Kemitraan Prima Utama. Secara ringkas, dipaparkan pada tabel berikut:

Aspek
Indikator
Faktor yang dinilai

-Proses manajemen kemitraan

perencanaan
pengorganisasian
pelaksanaan dan efektifitas kerjasama

Perencanaan kemitraan, kelengkapan perencanaan
Bidang khusus, kontrak kerjasama
Pelaksanaan kerjasama, efektifitas kerjasama

-Manfaat

Ekonomi
Teknis
Sosial

pendapatan, harga, produktifitas, resiko usaha
mutu, penguasaan teknologi
keinginan kopntinuitas kerjasama, pelestarian lingkungan

Dalam berbagai model kemitraan yang dikembangkan di Indonesia, teruama di Departemen-Departemen[8], selalu melibatkan dua hal, yaitu adanya hubungan dagang dan hubungan pembinaan. Dalam tiap bentuk model, usaha besar selalu harus memberikan pembinaan teknis, finansial bantuan permodalan, pemasaran, maupun manajemen. Setidaknya telah dirumuskan tujuh model kemitraan, yaitu:
Model Inti Plasma. Ini merupakan hubungan kemitraan antara Usaha Kecil (UK) dengan usaha menengah atau besar, dimana Usaha Menengah (UM) atau Usaha Besar (UB) bertindak sebagai inti dan Usaha Kecil selaku Plasma. Perusahaan inti berkewajiban melakukan pembinaan mengenai teknis produksi agar memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Pembinaan juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas manajemen kelompok plasma.
Model Kontrak Beli (Contract Farming). Pada model ini terjadi hubungan kerjasama antara kelompok UK dengan perusahaan agroindustri berskala UM dan UB yang dituangkan dalam suatu perjanjian kontrak jual beli secara tertulis untuk jangka waktu tertentu. Dalam model ini, plasma berkewajiban untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan secara kolektif dalam kelompok, dan menerima pembayaran sesuai dengan yang disepakati dalam kontrak. Perusahaan pembeli wajib membeli seluruh produksi dari kelompok dengan harga yang telah disepakati.
Model Sub Kontrak. Dalam model ini, UK memproduksi komponen dan atau jasa yang merupakan bagian dari produksi UM dan UB. Model kemitraan ini menyerupai pola kemitraan contract farming tetapi pada pola ini kelompok UK tidak melakukan kontrak secara langsung dengan perusahaan pengolah (processor) tetapi melalui agen atau pedagang. Dalam pengembangan pola ini, UM atau UB meningkatkan keterampilan, manajemen, teknologinya dan menjamin kepastian pasar yang dapat meningkatkan kelangsungan usaha, daya inovasi dan kewirausahaan UK, sebagai upaya UM atau UB untuk lebih meningkatkan dan pemberdayaan UK.
Model Dagang Umum. Disini UM atau UB memasarkan hasil produksi UK, dapat juga UK memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UM atau UB, atau UK yang membesarkan hasil UM dan UB.
Model Vendor. UM dan UB menggunakan hasil produksi yang merupakan bidang keahlian UK untuk melengkapi produk yang dihasilkan UM dan UB.
Mereka dapat memesan produk yang diperlukan sesuai dengan teknologi pembuatan, ukuran, bentuk, mutu dan kualitas barang yang telah dikuasai oleh UK. Pengembangan pola vendor yang dilakukan oleh UM atau UB diarahkan untuk dikembangkan melalui teknologi baru, untuk mendapatkan hasil yang baik, dan mendapatkan jaminan pasar yang pasti, sehingga UK tersebut dapat berubah statusnya menjadi lebih besar. Pola vendor menggerakkan keahlian yang ada pada UK untuk menunjang UM dan UB.
Model Keagenan. Pada model ini kelompok mitra (UK) diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra (UM atau UB). Keunggulan dari hubungan pola kemitraan ini adalah berupa keuntungan dari hasil penjualan, ditambah komisi yang diberikan oleh perusahaan mitra.
Model Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Disini kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Perusahaan mitra dapat berbentuk sebagai perusahaan inti atau perusahaan pembina. Ia melaksanakan pembukaan lahan, atau menyediakan lahan atau menyediakan kapal, mempunyai usaha budidaya atau penangkapan dan memiliki unit pengolahan yang dikelola sendiri. Perusahaan inti juga melaksanakan pembinaan berupa penanganan dalam bidang tehnologi, sarana produksi, permodalan atau kredit, pengolahan hasil, menampung produksi memasarkan hasil kelompok mitra.
Kemitraan bagaimanapun harus mengembangkan tujuan bersama disertai pengertian tentang permasalahan dan peran kemitraan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut nantinya. Tiap pihak yang bermitra harus mengemukakan motivasinya secara terbuka, sehingga dicapai kesalingpengertian. Tentang pebedaan, tiap pihak harus dapat menciptakan iklim untuk mendiskusikan perbedaan tersebut dan mengembangkan berbagai cara untuk mengakomodasikannya. Perbedaan akan selalu hadir, misalnya tentang strategi yang akan dipakai. Yang penting adalah adanya kesiapan untuk membicarakannya secara terbuka, sehingga solusi yang terbaik akan dapat diperoleh.

*****
[1] Friendship (noun) = companionship, sementara partnership (noun) = alliance.  Kedua kata ini sinonim dengan:  affiliation, assistance, association, brotherhood, cartel, clique, community, companionship, conglomerate, conjunction, connection, cooperation, cooperative, corporation, friendship, help, joining, sharing, society, tie-up, togetherness, union, agreement, alliance, association, brotherhood, brotherly love, closeness, coalition, comity, company, consonance, empathy, familiarity, favor, friendliness, fusion, good will, harmony, intimacy, league, love, rapport, regard, sociability, society, sodality, solidarity, understanding. (Sumber: Roget's New Millennium™ Thesaurus, First Edition (v 1.1.1).Copyright © 2005 by Lexico Publishing Group, LLC. All rights reserved. (http://thesaurus.reference.com/search?q=friendship. 27 April 2005).
[2] Burns, A.A. 1962. Partnership dalam Encyclopedia of the Social Sciences. MCMLXII hal. 3-6. E.R.A. Selingman dan A. Johnston (eds.). New York: The Macmillan, Co.
[3] “Chapter 2: Theory and Practice of Partnership”. (http://etd-gw.wrlc.org/theses/available/etd-11122003-193919/unrestricted/02chapter2.pdf., 6 Mei 2005).
[4] Ini terlihat dalam UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, khususnya pada Bab VII atau pasal 26 sampai 32. Salah satu landasan hukum lain adalah SK Mentan No. 944/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian.
[5] Subiakto Tjakrawerdaja (Mantan Menteri Koperasi dan UKM).  2005. Menuju Visi Kesejahteraan Rakyat: Lewat program "Empat Sehat Lima Sempurna". Harian Republika, 23 Maret 2005. (http://www.mail-archive.com/ppiindia@yahoogroups.com. 11 april 2005).
[6]  Dalam bidang pembangunan perkebunan, maka kemitraan dapat diimplementasikan dalam beberapa bentuk seperti Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), Bangun Operasi Transfer (BOT), Kerjasama Operasional (KSO), Kontrak Farming (KF) dan Dagang Umum (DU).
[7] Badan Agribisnis, Deptan. 1998. Kemitraan: Kebijaksanaan dan Penjelasan Pola Kemitraan Usaha Pertanian. Buku I. 78 hal.
[8] Misalnya di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.  MODEL KEMITRAAN DI DAERAH TRANSMIGRASI http://www.nakertrans.go.id/investasi_swasta/Model_kemitraan.php. 11 April 2005.